SANGKURIANG
Pada jaman dahulu, tersebutlah kisah
seorang puteri raja di Jawa Barat bernama Dayang Sumbi.Ia mempunyai
seorang anak laki-laki yang diberi nama Sangkuriang. Anak tersebut sangat
gemar berburu.
Ia
berburu dengan ditemani oleh Tumang, anjing kesayangan istana. Sangkuriang
tidak tahu, bahwa anjing itu adalah titisan dewa dan juga bapaknya.
Pada
suatu hari Tumang tidak mau mengikuti perintahnya untuk mengejar hewan buruan.
Maka anjing tersebut diusirnya ke dalam hutan.
Ketika
kembali ke istana, Sangkuriang menceritakan kejadian itu pada ibunya. Bukan
main marahnya Dayang Sumbi begitu mendengar cerita itu. Tanpa sengaja ia
memukul kepala Sangkuriang dengan sendok nasi yang dipegangnya. Sangkuriang terluka.
Ia sangat kecewa dan pergi mengembaraSetelah kejadian itu, Dayang Sumbi sangat
menyesali dirinya. Ia selalu berdoa dan sangat tekun bertapa. Pada suatu
ketika, para dewa memberinya sebuah hadiah. Ia akan selamanya muda dan
memiliki kecantikan abadi.
Setelah
bertahun-tahun mengembara, Sangkuriang akhirnya berniat untuk kembali ke tanah
airnya. Sesampainya disana, kerajaan itu sudah berubah total. Disana
dijumpainya seorang gadis jelita, yang tak lain adalah Dayang Sumbi. Terpesona
oleh kecantikan wanita tersebut maka, Sangkuriang melamarnya. Oleh karena
pemuda itu sangat tampan, Dayang Sumbi pun sangat terpesona padanya.
Pada
suatu hari Sangkuriang minta pamit untuk berburu. Ia minta tolong Dayang Sumbi
untuk merapikan ikat kepalanya. Alangkah terkejutnya Dayang Sumbi demi melihat
bekas luka di kepala calon suaminya. Luka itu persis seperti luka anaknya yang
telah pergi merantau. Setelah lama diperhatikannya, ternyata wajah pemuda itu
sangat mirip dengan wajah anaknya. Ia menjadi sangat ketakutan.
Maka
kemudian ia mencari daya upaya untuk menggagalkan proses peminangan itu. Ia
mengajukan dua buah syarat. Pertama, ia meminta pemuda itu untuk membendung
sungai Citarum. Dan kedua, ia minta Sangkuriang untuk membuat sebuah sampan
besar untuk menyeberang sungai itu. Kedua syarat itu harus sudah dipenuhi
sebelum fajar menyingsing.
Malam
itu Sangkuriang melakukan tapa. Dengan kesaktiannya ia mengerahkan
mahluk-mahluk gaib untuk membantu menyelesaikan pekerjaan itu. Dayang Sumbi pun
diam-diam mengintip pekerjaan tersebut. Begitu pekerjaan itu hampir selesai,
Dayang Sumbi memerintahkan pasukannya untuk menggelar kain sutra merah di
sebelah timur kota.
Ketika
menyaksikan warna memerah di timur kota, Sangkuriang mengira hari sudah
menjelang pagi. Ia pun menghentikan pekerjaannya. Ia sangat marah oleh karena
itu berarti ia tidak dapat memenuhi syarat yang diminta Dayang Sumbi.
Dengan
kekuatannya, ia menjebol bendungan yang dibuatnya. Terjadilah banjir besar
melanda seluruh kota. Ia pun kemudian menendang sampan besar yang dibuatnya.
Sampan itu melayang dan jatuh menjadi sebuah gunung yang bernama
"Tangkuban Perahu."
LEGENDA
CANDI PRAMBANAN
Di dekat kota Yogyakarta terdapat
candi Hindu yang paling indah di Indonesia. Candi ini dibangun dalam abad
kesembilan Masehi. Karena terletak di desa Prambanan, maka candi ini disebut
candi Prambanan tetapi juga terkenal sebagai candi Lara Jonggrang, sebuah nama
yang diambil dari legenda Lara Jonggrang dan Bandung Bondowoso. Beginilah
ceritanya.
Konon tersebutlah seorang raja yang
bernama Prabu Baka. Beliau bertahta di Prambanan. Raja ini seorang raksasa yang
menakutkan dan besar kekuasaannya. Meskipun demikian, kalau sudah takdir,
akhirnya dia kalah juga dengan Raja Pengging. Prabu Baka meninggal di medan
perang. Kemenangan Raja Pengging itu disebabkan karena bantuan orang kuat yang
bernama Bondowoso yang juga terkenal sebagai Bandung Bondowoso karena dia
mempunyai senjata sakti yang bernama Bandung.
Dengan persetujuan Raja Pengging,
Bandung Bondowoso menempati Istana Prambanan. Di sini dia terpesona oleh
kecantikan Lara Jonggrang, putri bekas lawannya -- ya, bahkan putri raja yang
dibunuhnya. Bagaimanapun juga, dia akan memperistrinya.
Lara Jonggrang takut menolak
pinangan itu. Namun demikian, dia tidak akan menerimanya begitu saja. Dia mau
kawin dengan Bandung Bondowoso asalkan syarat-syaratnya dipenuhi. Syaratnya
ialah supaya dia dibuatkan seribu candi dan dua sumur yang dalam. Semuanya
harus selesai dalam waktu semalam. Bandung Bondowoso menyanggupinya, meskipun
agak keberatan. Dia minta bantuan ayahnya sendiri, orang sakti yang mempunyai
balatentara roh-roh halus.
Pada hari yang ditentukan, Bandung
Bondowoso beserta pengikutnya dan roh-roh halus mulai membangun candi yang
besar jumlahnya itu. Sangatlah mengherankan cara dan kecepatan mereka bekerja.
Sesudah jam empat pagi hanya tinggal lima buah candi yang harus disiapkan. Di
samping itu sumurnya pun sudah hampir selesai.
Seluruh penghuni Istana Prambanan
menjadi kebingungan karena mereka yakin bahwa semua syarat Lara Jonggrang akan
terpenuhi. Apa yang harus diperbuat? Segera gadis-gadis dibangunkan dan disuruh
menumbuk padi di lesung serta menaburkan bunga yang harum baunya. Mendengar
bunyi lesung dan mencium bau bunga-bungaan yang harum, roh-roh halus
menghentikan pekerjaan mereka karena mereka kira hari sudah siang. Pembuatan
candi kurang sebuah, tetapi apa hendak dikata, roh halus berhenti mengerjakan
tugasnya dan tanpa bantuan mereka tidak mungkin Bandung Bondowoso
menyelesaikannya.
Keesokan harinya waktu Bandung Bondowoso
mengetahui bahwa usahanya gagal, bukan main marahnya. Dia mengutuk para gadis
di sekitar Prambanan -- tidak akan ada orang yang mau memperistri mereka sampai
mereka menjadi perawan tua. Sedangkan Lara Jonggrang sendiri dikutuk menjadi
arca. Arca tersebut terdapat dalam ruang candi yang besar yang sampai sekarang
dinamai candi Lara Jonggrang. Candi-candi yang ada di dekatnya disebut Candi
Sewu yang artinya seribu.
ARYO
MENAK
Dikisahkan
pada jaman Aryo Menak hidup, pulau Madura masih sangat subur. Hutannya sangat
lebat. Ladang-ladang padi menguning.
Aryo
Menak adalah seorang pemuda yang sangat gemar mengembara ke tengah hutan. Pada
suatu bulan purnama, ketika dia beristirahat dibawah pohon di dekat sebuah
danau, dilihatnya cahaya sangat terang berpendar di pinggir danau itu.
Perlahan-lahan ia mendekati sumber cahaya tadi. Alangkah terkejutnya, ketika
dilihatnya tujuh orang bidadari sedang mandi dan bersenda gurau disana.
Ia
sangat terpesona oleh kecantikan mereka. Timbul keinginannya untuk memiliki
seorang diantara mereka. Iapun mengendap-endap, kemudian dengan secepatnya
diambil sebuah selendang dari bidadari-bidadari itu.
Tak lama
kemudian, para bidadari itu selesai mandi dan bergegas mengambil pakaiannya
masing-masing. Merekapun terbang ke istananya di sorga kecuali yang termuda.
Bidadari itu tidak dapat terbang tanpa selendangnya. Iapun sedih dan
menangis.
Aryo
Menak kemudian mendekatinya. Ia berpura-pura tidak tahu apa yang terjadi.
Ditanyakannya apa yang terjadi pada bidadari itu. Lalu ia mengatakan: "Ini
mungkin sudah kehendak para dewa agar bidadari berdiam di bumi untuk sementara
waktu. Janganlah bersedih. Saya akan berjanji menemani dan menghiburmu."
Bidadari
itu rupanya percaya dengan omongan Arya Menak. Iapun tidak menolak ketika Arya
Menak menawarkan padanya untuk tinggal di rumah Arya Menak. Selanjutnya Arya
Menak melamarnya. Bidadari itupun menerimanya.
Dikisahkan,
bahwa bidadari itu masih memiliki kekuatan gaib. Ia dapat memasak sepanci nasi
hanya dari sebutir beras. Syaratnya adalah Arya Menak tidak boleh
menyaksikannya.
Pada
suatu hari, Arya Menak menjadi penasaran. Beras di lumbungnya tidak pernah
berkurang meskipun bidadari memasaknya setiap hari. Ketika isterinya tidak ada
dirumah, ia mengendap ke dapur dan membuka panci tempat isterinya memasak nasi.
Tindakan ini membuat kekuatan gaib isterinya sirna.
Bidadari
sangat terkejut mengetahui apa yang terjadi. Mulai saat itu, ia harus memasak
beras dari lumbungnya Arya Menak. Lama kelamaan beras itupun makin berkurang.
Pada suatu hari, dasar lumbungnya sudah kelihatan. Alangkah terkejutnya
bidadari itu ketika dilihatnya tersembul selendangnya yang hilang. Begitu
melihat selendang tersebut, timbul keinginannya untuk pulang ke sorga. Pada
suatu malam, ia mengenakan kembali semua pakaian sorganya. Tubuhnya menjadi
ringan, iapun dapat terbang ke istananya.
Arya
Menak menjadi sangat sedih. Karena keingintahuannya, bidadari meninggalkannya.
Sejak saat itu ia dan anak keturunannya berpantang untuk memakan nasi
SI
LACANG
Alkisah tersebutlah sebuah
cerita,di daerah Kampar pada zaman dahulu hiduplah si Lancang dengan ibunya.
Mereka hidup dengan sangat miskin. Mereka berdua bekerja sebagai buruh tani.
Untuk memperbaiki
hidupnya, maka Si Lancang berniat merantau. Pada suatu hari ia meminta ijin
pada ibu dan guru ngajinya. Ibunya pun berpesan agar di rantau orang kelak Si
Lancang selalu ingat pada ibu dan kampung halamannya. Ibunya berpesan agar Si
Lancang jangan menjadi anak yang durhaka.
Si Lancang pun berjanji pada
ibunya tersebut. Ibunya menjadi terharu saat Si Lancang menyembah lututnya
untuk minta berkah. Ibunya membekalinya sebungkus lumping dodak, kue
kegemaran Si Lancang.
Setelah bertahun-tahun
merantau, ternyata Si Lancang sangat beruntung. Ia menjadi saudagar yang kaya
raya. Ia memiliki berpuluh-puluh buah kapal dagang. Dikhabarkan ia pun
mempunyai tujuh orang istri. Mereka semua berasal dari keluarga saudagar yang
kaya. Sedangkan ibunya, masih tinggal di Kampar dalam keadaan yang sangat
miskin.
Pada suatu hari, Si Lancang berlayar
ke Andalas. Dalam pelayaran itu ia membawa ke tujuh isterinya. Bersama mereka
dibawa pula perbekalan mewah dan alat-alat hiburan berupa musik. Ketika merapat
di Kampar, alat-alat musik itu dibunyikan riuh rendah. Sementara itu kain sutra
dan aneka hiasan emas dan perak digelar. Semuanya itu disiapkan untuk menambah
kesan kemewahan dan kekayaan Si Lancang.
Berita kedatangan Si Lancang
didengar oleh ibunya. Dengan perasaan terharu, ia bergegas untuk menyambut
kedatangan anak satu-satunya tersebut. Karena miskinnya, ia hanya mengenakan
kain selendang tua, sarung usang dan kebaya penuh tambalan. Dengan memberanikan
diri dia naik ke geladak kapal mewahnya Si Lancang.
Begitu menyatakan bahwa
dirinya adalah ibunya Si Lancang, tidak ada seorang kelasi pun yang
mempercayainya. Dengan kasarnya ia mengusir ibu tua tersebut. Tetapi perempuan
itu tidak mau beranjak. Ia ngotot minta untuk dipertemukan dengan anaknya Si
Lancang. Situasi itu menimbulkan keributan.
Mendengar kegaduhan di atas
geladak, Si Lancang dengan diiringi oleh ketujuh istrinya mendatangi tempat
itu. Betapa terkejutnya ia ketika menyaksikan bahwa perempuan compang camping
yang diusir itu adalah ibunya. Ibu si Lancang pun berkata, "Engkau Lancang
... anakku! Oh ... betapa rindunya hati emak padamu. Mendengar sapaan itu,
dengan congkaknya Lancang menepis. Anak durhaka inipun berteriak, "mana
mungkin aku mempunyai ibu perempuan miskin seperti kamu. Kelasi! usir perempuan
gila ini."
Ibu yang malang ini akhirnya
pulang dengan perasaan hancur. Sesampainya di rumah, lalu ia mengambil pusaka
miliknya. Pusaka itu berupa lesung penumbuk padi dan sebuah nyiru. Sambil
berdoa, lesung itu diputar-putarnya dan dikibas-kibaskannya nyiru
pusakanya. Ia pun berkata, "ya Tuhanku ... hukumlah si Anak durhaka
itu."
Dalam sekejap, turunlah
badai topan. Badai tersebut berhembus sangat dahsyatnya sehingga dalam sekejap
menghancurkan kapal-kapal dagang milik Si Lancang. Bukan hanya kapal itu hancur
berkeping-keping, harta benda miliknya juga terbang ke mana-mana. Kain sutranya
melayang-layang dan jatuh menjadi negeri Lipat Kain yang terletak di Kampar
Kiri. Gongnya terlempar ke Kampar Kanan dan menjadi Sungai Oguong. Tembikarnya
melayang menjadi Pasubilah. Sedangkan tiang bendera kapal Si Lancang terlempar
hingga sampai di sebuah danau yang diberi nama Danau Si Lancang.
TERJADINYA
DANAU TOBA
Pada
jaman dahulu, hiduplah seorang pemuda tani yatim piatu di bagian utara pulau
Sumatra. Daerah tersebut sangatlah kering. Syahdan, pemuda itu hidup dari
bertani dan memancing ikan. Pada suatu hari ia memancing seekor ikan yang
sangat indah. Warnanya kuning keemasan. Begitu dipegangnya, ikan tersebut
berubah menjadi seorang putri jelita. Putri itu adalah wanita yang dikutuk
karena melanggar suatu larangan. Ia akan berubah menjadi sejenis mahluk yang
pertama menyentuhnya. Oleh karena yang menyentuhnya manusia, maka ia berubah
menjadi seorang putri.
Terpesona
oleh kecantikannya, maka pemuda tani tersebut meminta sang putri untuk menjadi
isterinya. Lamaran tersebut diterima dengan syarat bahwa pemuda itu tidak akan
menceritakan asal-usulnya yang berasal dari ikan.Pemuda tani itu menyanggupi
syarat tersebut. Setelah setahun, pasangan suami istri tersebut dikarunia
seorang anak laki-laki. Ia mempunyai kebiasaan buruk yaitu tidak pernah kenyang.
Ia makan semua makanan yang ada.
Pada
suatu hari anak itu memakan semua makanan dari orang tuanya. Pemuda itu sangat
jengkelnya berkata: "dasar anak keturunan ikan!"Pernyataan itu dengan
sendirinya membuka rahasia dari isterinya.Dengan demikian janji mereka telah
dilanggar.
Istri dan
anaknya menghilang secara gaib. Ditanah bekas pijakan mereka menyemburlah mata
air. Air yang mengalir dari mata air tersebut makin lama makin besar. Dan
menjadi sebuah danau yang sangat luas. Danau itu kini bernama Danau Toba
SI SIGARLAKI DAN SI LIMBAT
Pada jaman dahulu di Tondano
hiduplah seorang pemburu perkasa yang bernama Sigarlaki. Ia sangat terkenal
dengan keahliannya menombak. Tidak satupun sasaran yang luput dari tombakannya.
Sigarlaki mempunyai seorang pelayan
yang sangat setia yang bernama Limbat. Hampir semua pekerjaan yang
diperintahkan oleh Sigarlaki dikerjakan dengan baik oleh Limbat. Meskipun
terkenal sebagai pemburu yang handal, pada suatu hari mereka tidak berhasil
memperoleh satu ekor binatang buruan. Kekesalannya akhirnya memuncak ketika Si
Limbat melaporkan pada majikannya bahwa daging persediaan mereka di rumah sudah
hilang dicuri orang.
Tanpa pikir panjang, si Sigarlaki
langsung menuduh pelayannya itu yang mencuri daging persediaan mereka. Si
Limbat menjadi sangat terkejut. Tidak pernah diduga majikannya akan tega
menuduh dirinya sebagai pencuri.
Lalu Si Sigarlaki meminta Si Limbat
untuk membuktikan bahwa bukan dia yang mencuri. Caranya adalah Sigarlaki akan
menancapkan tombaknya ke dalam sebuah kolam. Bersamaan dengan itu Si Limbat
disuruhnya menyelam. Bila tombak itu lebih dahulu keluar dari kolam berarti Si
Limbat tidak mencuri. Apabila Si Limbat yang keluar dari kolam terlebih dahulu
maka terbukti ia yang mencuri.
Syarat yang aneh itu membuat Si
Limbat ketakutan. Tetapi bagaimanapun juga ia berkehendak untuk membuktikan
dirinya bersih. Lalu ia pun menyelam bersamaan dengan Sigarlaki menancapkan
tombaknya.
Baru saja menancapkan tombaknya,
tiba-tiba Sigarlaki melihat ada seekor babi hutan minum di kolam. Dengan segera
ia mengangkat tombaknya dan dilemparkannya ke arah babi hutan itu. Tetapi
tombakan itu luput. Dengan demikian seharusnya Si Sigarlaki sudah kalah dengan
Si Limbat. Tetapi ia meminta agar pembuktian itu diulang lagi.
Dengan berat hati Si Limbat pun
akhirnya mengikuti perintah majikannya. Baru saja menancapkan tombaknya di
kolam, tiba-tiba kaki Sigarlaki digigit oleh seekor kepiting besar. Iapun
menjerit kesakitan dan tidak sengaja mengangkat tombaknya. Dengan demikian
akhirnya Si Limbat yang menang. Ia berhasil membuktikan dirinya tidak mencuri.
Sedangkan Sigarlaki karena sembarangan menuduh, terkena hukuman digigit
kepiting besar.
PAK LEBAI MALANG
Tersebutlah kisah seorang guru agama
yang hidup di tepi sungai disebuah desa di Sumatera Barat. Pada suatu hari, ia
mendapat undangan pesta dari dua orang kaya dari desa-desa tetangga. Sayangnya
pesta tersebut diadakan pada hari dan waktu yang bersamaan.
Pak Lebai menimang- nimang untung
dan rugi dari setiap undangan. Tetapi ia tidak pernah dapat mengambil keputusan
dengan cepat. Ia berpikir, kalau ia ke pesta di desa hulu sungai, tuan rumah
akan memberinya hadiah dua ekor kepala kerbau. Namun, ia belum begitu kenal
dengan tuan rumah tersebut. Menurut berita, masakan orang-orang hulu sungai
tidak seenak orang hilir sungai.
Kalau ia pergi ke pesta
di hilir sungai, ia akan mendapat hadiah seekor kepala kerbau yang dimasak
dengan enak. Ia juga kenal betul dengan tuan rumah tersebut. Tetapi, tuan rumah
di hulu sungai akan memberi tamunya tambahan kue-kue. Hingga ia
mulai mengayuh perahunya ketempat pestapun ia belum dapat memutuskan pesta mana
yang akan dipilih.
Pertama, dikayuh sampannya menuju
hulu sungai. Baru tiba ti ditengah perjalanan ia mengubah pikirannya. Ia
berbalik mendayung perahunya ke arah hilir. Begitu hampir sampai di desa hilir
sungai. Dilihatnya beberapa tamu menuju hulu sungai. Tamu tersebut mengatakan
bahwa kerbau yang disembelih disana sangat kurus. Iapun mengubah haluan
perahunya menuju hulu sungai. Sesampainya ditepi desa hulu sungai, para tamu
sudah beranjak pulang. Pesta disana sudah selesai.
Pak lebai cepat-cepat mengayuh
perahunya menuju desa hilir sungai. Sayangnya, disanapun pesta sudah berakhir.
Pak Lebai tidak mendapat kepala kerbau yang diinginkannya.
Saat itu ia sangat lapar, ia
memutuskan untuk memancing ikan dan berburu. Untuk itu ia membawa bekal nasi.
Untuk berburu ia mengajak anjingnya.
Setelah memancing agak lama, kailnya
dimakan ikan. Namun kail itu menyangkut di dasar sungai. Pak Lebaipun terjun untuk
mengambil ikan tersebut. Sayangnya ikan itu dapat meloloskan diri. Dan
anjingnya memakan nasi bekal pak Lebai. Oleh karena kemalangan nasibnya, pak
Lebai diberi julukan Lebai Malang.
PUTERI JUNJUNG BUIH
Tersebutlah
kisah sebuah kerajaan bernama Amuntai di Kalimantan Selatan. Kerajaan itu
diperintah oleh dua bersaudara. Raja yang lebih tua bernama Patmaraga, atau
diberi julukan Raja Tua. Adiknya si Raja muda bernama Sukmaraga. Kedua raja
tersebut belum mempunyai putera ataupun puteri.
Namun
diantara keduanya, Sukmaraga yang berkeinginan besar untuk mempunyai putera.
Setiap malam ia dan permaisurinya memohon kepada para dewa agar dikarunia
sepasang putera kembar. Keinginan tersebut rupanya akan dikabulkan oleh para
dewa. Ia mendapat petunjuk untuk pergi bertapa ke sebuah pulau di dekat kota
Banjarmasin. Di dalam pertapaannya, ia mendapat wangsit agar meminta istrinya
menyantap bunga Kastuba. Sukmaraga pun mengikuti perintah itu. Benar seperti
petunjuk para dewa, beberapa bulan kemudian permaisurinya hamil. Ia melahirkan
sepasang bayi kembar yang sangat elok wajahnya.
Mendengar
hal tersebut, timbul keinginan Raja Tua untuk mempunyai putera pula. Kemudian
ia pun memohon kepada para dewa agar dikarunia putera. Raja Tua bermimpi
disuruh dewa bertapa di Candi Agung, yang terletak di luar kota Amuntai. Raja
Tua pun mengikuti petunjuk itu. Ketika selesai menjalankan pertapaan, dalam
perjalanan pulang ia menemukan sorang bayi perempuan sedang terapung-apung di
sebuah sungai. Bayi tersebut terapung-apung diatas segumpalan buih. Oleh karena
itu, bayi yang sangat elok itu kelak bergelar Puteri Junjung Buih.
Raja
Tua lalu memerintahkan pengetua istana, Datuk Pujung, untuk mengambil bayi
tersebut. Namun alangkah terkejutnya rombongan kerajaan tersebut, karena bayi itu
sudah dapat berbicara. Sebelum diangkat dari buih-buih itu, bayi tersebut
meminta untuk ditenunkan selembar kain dan sehelai selimut yang harus
diselesaikan dalam waktu setengah hari. Ia juga meminta untuk dijemput dengan
empat puluh orang wanita cantik.
Raja
Tuapun lalu menyayembarakan permintaan bayi tersebut. Ia berjanji untuk
mengangkat orang yang dapat memenuhi permintaan bayi tersebut menjadi pengasuh
dari puteri ini. Sayembara itu akhirnya dimenangkan oleh seorang wanita bernama
Ratu Kuripan. Selain pandai menenun, iapun memiliki kekuatan gaib. Bukan hanya
ia dapat memenuhi persyaratan waktu yang singkat itu, Ratu Kuripan pun
menyelesaikan pekerjaannya dengan sangat mengagumkan. Kain dan selimut yang
ditenunnnya sangatlah indah. Seperti yang dijanjikan, kemudian Raja Tua
mengangkat Ratu Kuripan menjadi pengasuh si puteri Junjung Buih. Ia ikut
berperanan besar dalam hampir setiap keputusan penting menyangkut sang puteri.
RAJA PARAKEET
Tersebutlah
kisah, seekor raja burung parakeet hidup beserta rakyatnya di sebuah hutan di
Aceh. Hidup mereka damai. Kedamaian tersebut terganggu, karena kehadiran
seorang pemburu. Pada suatu hari pemburu tersebut berhasil menaruh
perekat di sekitar sangkar-sangkar burung tersebut.
Mereka berusaha melepaskan sayap dan badan dari perekat tersebut. Namun upaya tersebut gagal. Hampir semuanya panik,kecuali si raja parakeet. Ia berkata, "Saudaraku, tenanglah. Ini adalah perekat yang dibuat oleh pemburu. Kalau pemburu itu datang, berpura-puralah mati. Setelah melepaskan perekat, pemburu itu akan memeriksa kita. Kalau ia mendapatkan kita mati, ia akan membuang kita. Tunggulah sampai hitungan ke seratus, sebelum kita bersama-sama terbang kembali.
Mereka berusaha melepaskan sayap dan badan dari perekat tersebut. Namun upaya tersebut gagal. Hampir semuanya panik,kecuali si raja parakeet. Ia berkata, "Saudaraku, tenanglah. Ini adalah perekat yang dibuat oleh pemburu. Kalau pemburu itu datang, berpura-puralah mati. Setelah melepaskan perekat, pemburu itu akan memeriksa kita. Kalau ia mendapatkan kita mati, ia akan membuang kita. Tunggulah sampai hitungan ke seratus, sebelum kita bersama-sama terbang kembali.
Keesokan
harinya, datanglah pemburu tersebut. Setelah melepaskan perekatnya, ia
mengambil hasil tangkapannya. Betapa ia kecewa setelah mengetahui burung-burung
tersebut sudah tidak bergerak, disangkanya sudah mati. Namun pemburu tersebut
jatuh terpeleset, sehingga membuat burung-burung yang ada ditanah terkejut dan
terbang. Hanya raja parakeet yang belum terlepas dari perekat. Iapun ditangkap.
Raja
Parakeet meminta pada pemburu itu untuk tidak dibunuh. Sebagai imbalannya ia
akan selalu menghibur si pemburu. Hampir tiap hari ia bernyanyi dengan
merdunya. Khabar kemerduan suara burung itu terdengar sampai ke telinga sang
Raja.
Raja
menginginkan burung parakeet tersebut. Sang Raja kemudian menukar burung itu
dengan harta-benda yang sangat banyak. Di istana sang Raja, burung parakeet
ditaruh didalam sebuah sangkar emas. Setiap hari tersedia makanan yang
enak-enak.
Namun
burung parakeet tidak bahagia. Ia selalu ingat hutan Aceh tempat tinggalnya.
Pada suatu hari ia berpura-pura mati. Sang Raja sangat sedih dan memerintahkan
penguburannya dengan upacara kebesaran. Ketika persiapan berlangsung, burung
itu diletakkan diluar sangkar. Saat itu ia gunakan untuk terbang mencari
kebebasanya. Ia terbang menuju hutan kediamannya. Dimana rakyat burung parakeet
setia menunggu kedatangannya.
SI PAHIT LIDAH
Tersebutlah kisah seorang pangeran dari daerah Sumidang
bernama Serunting. Anak keturunan raksasa bernama Putri Tenggang ini,
dikhabarkan berseteru dengan iparnya yang bernama Aria Tebing. Sebab permusuhan
ini adalah rasa iri-hati Serunting terhadap Aria Tebing.
Dikisahkan, mereka memiliki ladang padi bersebelahan yang dipisahkan oleh pepohonan. Dibawah pepohonan itu tumbuhlah cendawan. Cendawan yang menghadap kearah ladang Aria tebing tumbuh menjadi logam emas. Sedangkan jamur yang menghadap ladang Serunting tumbuh menjadi tanaman yang tidak berguna.
Perseteruan itu, pada suatu hari telah berubah menjadi perkelahian. Menyadari bahwa Serunting lebih sakti, Arya Tebing menghentikan perkelahian tersebut. Ia berusaha mencari jalan lain untuk mengalahkan lawannya. Ia membujuk kakaknya (isteri dari Serunting) untuk memberitahukannya rahasia kesaktian Serunting.
Dikisahkan, mereka memiliki ladang padi bersebelahan yang dipisahkan oleh pepohonan. Dibawah pepohonan itu tumbuhlah cendawan. Cendawan yang menghadap kearah ladang Aria tebing tumbuh menjadi logam emas. Sedangkan jamur yang menghadap ladang Serunting tumbuh menjadi tanaman yang tidak berguna.
Perseteruan itu, pada suatu hari telah berubah menjadi perkelahian. Menyadari bahwa Serunting lebih sakti, Arya Tebing menghentikan perkelahian tersebut. Ia berusaha mencari jalan lain untuk mengalahkan lawannya. Ia membujuk kakaknya (isteri dari Serunting) untuk memberitahukannya rahasia kesaktian Serunting.
Menurut kakaknya Aria Tebing, kesaktian dari Serunting
berada pada tumbuhan ilalang yang bergetar (meskipun tidak ditiup angin).
Bermodalkan informasi itu, Aria Tebing kembali menantang Serunting untuk
berkelahi. Dengan sengaja ia menancapkan tombaknya pada ilalang yang bergetar
itu. Serunting terjatuh, dan terluka parah. Merasa dikhianati isterinya, ia
pergi mengembara.
Serunting pergi bertapa ke Gunung Siguntang. Oleh Hyang
Mahameru, ia dijanjikan kekuatan gaib. Syaratnya adalah ia harus bertapa di
bawah pohon bambu hingga seluruh tubuhnya ditutupi oleh daun bambu. Setelah
hampir dua tahun bersemedi, daun-daun itu sudah menutupi seluruh tubuhnya.
Seperti yang dijanjikan, ia akhirnya menerima kekuatan gaib. Kesaktian itu
adalah bahwa kalimat atau perkataan apapun yang keluar dari mulutnya akan
berubah menjadi kutukan. Karena itu ia diberi julukan si Pahit Lidah.
Ia berniat untuk kembali ke asalnya, daerah Sumidang. Dalam perjalanan pulang tersebut ia menguji kesaktiannya. Ditepian Danau Ranau, dijumpainya terhampar pohon-pohon tebu yang sudah menguning. Si Pahit Lidah pun berkata, "jadilah batu." Maka benarlah, tanaman itu berubah menjadi batu. Seterusnya, ia pun mengutuk setiap orang yang dijumpainya di tepian Sungai Jambi untuk menjadi batu.
Ia berniat untuk kembali ke asalnya, daerah Sumidang. Dalam perjalanan pulang tersebut ia menguji kesaktiannya. Ditepian Danau Ranau, dijumpainya terhampar pohon-pohon tebu yang sudah menguning. Si Pahit Lidah pun berkata, "jadilah batu." Maka benarlah, tanaman itu berubah menjadi batu. Seterusnya, ia pun mengutuk setiap orang yang dijumpainya di tepian Sungai Jambi untuk menjadi batu.
Namun, ia pun punya maksud baik. Dikhabarkan, ia mengubah
Bukit Serut yang gundul menjadi hutan kayu. Di Karang Agung, dikisahkan ia
memenuhi keinginan pasangan tua yang sudah ompong untuk mempunyai anak bayi
SI PITUNG
Si
Pitung adalah seorang pemuda yang soleh dari Rawa Belong. Ia rajin belajar
mengaji pada Haji Naipin. Selesai belajar mengaji ia pun dilatih silat. Setelah
bertahun- tahun kemampuannya menguasai ilmu agama dan bela diri makin meningkat.
Pada
waktu itu Belanda sedang menjajah Indonesia. Si Pitung merasa iba menyaksikan
penderitaan yang dialami oleh rakyat kecil. Sementara itu, kumpeni (sebutan
untuk Belanda), sekelompok Tauke dan para Tuan tanah hidup bergelimang
kemewahan. Rumah dan ladang mereka dijaga oleh para centeng yang galak.
Dengan
dibantu oleh teman-temannya si Rais dan Jii, Si Pitung mulai merencanakan
perampokan terhadap rumah Tauke dan Tuan tanah kaya. Hasil rampokannya
dibagi-bagikan pada rakyat miskin. Di depan rumah keluarga yang kelaparan
diletakkannya sepikul beras. Keluarga yang dibelit hutang rentenir diberikannya
santunan. Dan anak yatim piatu dikiriminya bingkisan baju dan hadiah lainnya.
Kesuksesan
si Pitung dan kawan-kawannya dikarenakan dua hal. Pertama, ia memiliki ilmu
silat yang tinggi serta dikhabarkan tubuhnya kebal akan peluru. Kedua,
orang-orang tidak mau menceritakan dimana si Pitung kini berada. Namun demikian
orang kaya korban perampokan Si Pitung bersama kumpeni selalu berusaha membujuk
orang-orang untuk membuka mulut.
Kumpeni
juga menggunakan kekerasan untuk memaksa penduduk memberi keterangan. Pada
suatu hari, kumpeni dan tuan-tuan tanah kaya berhasil mendapat informasi
tentang keluarga si Pitung. Maka merekapun menyandera kedua orang tuanya dan si
Haji Naipin. Dengan siksaan yang berat akhirnya mereka mendapatkan informasi
tentang dimana Si Pitung berada dan rahasia kekebalan tubuhnya.
Berbekal semua informasi itu, polisi kumpeni pun
menyergap Si Pitung. Tentu saja Si Pitung dan kawan-kawannya melawan. Namun
malangnya, informasi tentang rahasia kekebalan tubuh Si Pitung sudah terbuka.
Ia dilempari telur-telur busuk dan ditembak. Ia pun tewas seketika.Meskipun
demikian untuk Jakarta, Si Pitung tetap dianggap sebagai pembela rakyat kecil.
AJI SAKA
Dahulu kala,
ada sebuah kerajaan bernama Medang Kamulan yang diperintah oleh raja bernama
Prabu Dewata Cengkar yang buas dan suka makan manusia. Setiap hari sang raja
memakan seorang manusia yang dibawa oleh Patih Jugul Muda. Sebagian kecil dari
rakyat yang resah dan ketakutan mengungsi secara diam-diam ke daerah lain.
Di dusun Medang Kawit ada seorang
pemuda bernama Aji Saka yang sakti, rajin dan baik hati. Suatu hari, Aji Saka
berhasil menolong seorang bapak tua yang sedang dipukuli oleh dua orang
penyamun. Bapak tua yang akhirnya diangkat ayah oleh Aji Saka itu ternyata
pengungsi dari Medang Kamulan. Mendengar cerita tentang kebuasan Prabu Dewata
Cengkar, Aji Saka berniat menolong rakyat Medang Kamulan. Dengan mengenakan
serban di kepala Aji Saka berangkat ke Medang Kamulan.
Perjalanan menuju Medang Kamulan
tidaklah mulus, Aji Saka sempat bertempur selama tujuh hari tujuh malam dengan
setan penunggu hutan, karena Aji Saka menolak dijadikan budak oleh setan
penunggu selama sepuluh tahun sebelum diperbolehkan melewati hutan itu.
Tapi berkat kesaktiannya, Aji Saka berhasil mengelak dari semburan api si setan. Sesaat setelah Aji Saka berdoa, seberkas sinar kuning menyorot dari langit menghantam setan penghuni hutan sekaligus melenyapkannya.
Tapi berkat kesaktiannya, Aji Saka berhasil mengelak dari semburan api si setan. Sesaat setelah Aji Saka berdoa, seberkas sinar kuning menyorot dari langit menghantam setan penghuni hutan sekaligus melenyapkannya.
Aji Saka tiba di Medang Kamulan yang
sepi. Di istana, Prabu Dewata Cengkar sedang murka karena Patih Jugul Muda
tidak membawa korban untuk sang Prabu.
Dengan berani, Aji Saka menghadap
Prabu Dewata Cengkar dan menyerahkan diri untuk disantap oleh sang Prabu dengan
imbalan tanah seluas serban yang digunakannya.
Saat mereka sedang mengukur tanah
sesuai permintaan Aji Saka, serban terus memanjang sehingga luasnya melebihi
luas kerajaan Prabu Dewata Cengkar. Prabu marah setelah mengetahui niat Aji
Saka sesungguhnya adalah untuk mengakhiri kelalimannya.
Ketika Prabu Dewata Cengkar sedang
marah, serban Aji Saka melilit kuat di tubuh sang Prabu. Tubuh Prabu Dewata
Cengkar dilempar Aji Saka dan jatuh ke laut selatan kemudian hilang ditelan
ombak.
Aji Saka
kemudian dinobatkan menjadi raja Medang Kamulan. Ia memboyong ayahnya ke
istana. Berkat pemerintahan yang adil dan bijaksana, Aji Saka menghantarkan
Kerajaan Medang Kamulan ke jaman keemasan, jaman dimana rakyat hidup tenang,
damai, makmur dan sejahtera.
ARTI SEBUAH PERSAHABATAN
Pada dahulu
kala hiduplah seekor kura-kura dan seekor burung elang. Walaupun sang kura-kura
dan elang jarang bertemu karena sang kura-kura lebih banyak menghabiskan waktu
disemak-semak sedangkan sang elang lebih banyak terbang, namun tidak
menghalangi sang elang untuk selalu mengunjungi teman kecilnya yang baik hati,
sang kura-kura.
Keluarga sang kura-kura sangat ramah
dan selalu menyambut kedatangan sang elang dengan gembira. Mereka juga selalu
memberi sang elang makanan dengan sangat royalnya. Sehingga sang elang selalu
berkali-kali datang karena makanan gratis dari keluarga kura-kura tersebut.
Setiap kali sehabis makan dari keluarga kura-kura sang elang selalu
menertawakan sang kura-kura : "ha ha betapa bodohnya si kura-kura, aku
dapat merasakan kenikmatan dari makanan yang selalu dia berikan, namun tidak
mungkin dia dapat merasakan nikmatnya makananku karena sarangku yang terletak
jauh diatas gunung"
Karena begitu seringnya sang elang
menertawakan dan dengan egoisnya menghabiskan makanan sang kura-kura, maka
seluruh hutan mulai menggunjingkan sikap sang elang tersebut. Para penghuni
hutan tersebut merasa tidak suka dengan sikap seenaknya sang elang kepada sang
kura-kura yang baik hati. Suatu hari seekor kodok memanggil kura-kura yang
sedang berjalan dekat sungai. "Hai temanku sang kura-kura, berilah aku
semangkok kacang polong, maka aku akan memberikan kata-kata bijak untukmu"
seru sang kodok. Setelah menghabiskan semangkuk kacang polong dari sang
kura-kura, sang kodok berkata lagi: "kura-kura, sahabatmu sang elang telah
menyalahgunakan persahabatan dan kebaikan hatimu. Setiap kali sehabis bertamu
di sarangmu, selalu saja dia mengejekmu dengan berkata " ha ha betapa
bodohnya si kura-kura, aku dapat merasakan kenikmatan dari makan yang selalu
dia berikan, namun tidak mungkin dia dapat merasakan nikmatnya makananku karena
sarangku yang terletak jauh diatas gunung". Pada suatu hari nanti sang
elang akan datang kembali dan akan meminta sekeranjang makanan darimu dan
berjanji akan memberikan makanan kepadamu dan anak-anakmu"
Benarlah yang dikatakan oleh sang
kodok, sang elang datang dengan membawa keranjang dan seperti biasanya sang
elang menikmati makanan dari sang kura-kura. Sang elang berkata: "hai
temanku kura-kura, ijinkan aku mengisi keranjangku dengan makanan darimu, maka
akan kukirimkan kepada anak istriku dan istriku akan memberimu makanan
buatannya untuk istri dan anakmu". Kemudian sang elang terbang dan kembali
menertawakan sang kura-kura. Maka segeralah sang kura-kura masuk kedalam
keranjang tersebut dan ditutupi dengan sayuran buah-buahan oleh istrinya, sehingga
tidak terlihat. Ketika sang elang kembali, istri sang kura-kura mengatakan
bahwa suaminya baru saja pergi dan memberikan keranjang penuh berisi makanan
kepada sang elang. Sang elang segera bergegas terbang sambil membawa keranjang
tersebut.
Kembali dia menertawakan kebodohan
sang kura-kura. Namun kali ini sang kura-kura mendengar sendiri perkataannya.
Sampailah mereka di sarang sang elang, dan sang elang segera memakan isi
keranjang tersebut sampai habis. Betapa terkejutnya melihat sang kura-kura keluar
dari keranjang tersebut. "Hai temanku sang elang, engkau sudah sering
mengunjungi sarangku namun belum pernah sekalipun aku mengunjungi sarangmu.
Kelihatannya akan sangat berbahagianya aku kalau dapat menikmati makananmu
seperti engkau menikmati makananku." Betapa marahnya sang elang karena
merasa tersindir. Dengan marah ia mematuk sang kura-kura.Namun berkat batok
rumah sang kura-kura yang keras, kura-kura tidak dapat dipatuk oleh sang elang.
Dengan sedihnya sang kura-kura berkata: "Aku telah melihat persahabatan
macam apa yang engkau tawarkan padaku hai sang elang. Betapa kecewanya aku.
Baiklah antarkan aku
kembali ke sarangku dan persahabatan kita akan berakhir." Sang elangpun berkata :"Baiklah kalau itu maumu. Aku akan membawamu pulang" Namun timbul pikiran jahat pada diri sang elang. "Aku akan menjatuhkanmu dan memakan sisa-sisa dirimu" pikirnya lagi.
kembali ke sarangku dan persahabatan kita akan berakhir." Sang elangpun berkata :"Baiklah kalau itu maumu. Aku akan membawamu pulang" Namun timbul pikiran jahat pada diri sang elang. "Aku akan menjatuhkanmu dan memakan sisa-sisa dirimu" pikirnya lagi.
Begitulah, sang kura-kura memegang
kaki sang elang yang terbang tinggi. "lepaskan kakiku" seru sang
elang marah. Dengan sabar sang kura-kura menjawab: "Aku akan melepaskan
kakimu apabila engkau sudah mengantarkanku pulang ke sarangku" dengan
kesal sang elang pun terbang tinggi, menungkik dan menggoyang-goyangkan kakinya
dengan harapan sang kura-kura akan jatuh. Namun tidak ada gunanya. Akhirnya dia
menurunkan sang kura-kura di sarangnya, dan segera terbang tinggi dengan
perasaan malu.
Ketika sang
elang terbang, sang kura-kura berseru : " Hai temanku persahabatan
membutuhkan rasa saling membagi satu dengan lainnya. Aku menghargaimu dan
kaupun menghargaiku. Namun bagaimanapun, sejak engkau menjadikan persahabatan
kita hanya permainan, mentertawakan keramahan keluargaku dan aku maka sebaiknya
engkau tidak usah lagi datang kepadaku".
BATU GOLOG
Pada jaman
dahulu di daerah Padamara dekat Sungai Sawing hiduplah sebuah keluarga miskin.
Sang istri bernama Inaq Lembain dan sang suami bernama Amaq Lembain.
Mata pencaharian mereka adalah buruh
tani. Setiap hari mereka berjalan kedesa desa menawarkan tenaganya untuk
menumbuk padi.
Kalau Inaq Lembain menumbuk padi
maka kedua anaknya menyertai pula. Pada suatu hari, ia sedang asyik menumbuk
padi. Kedua anaknya ditaruhnya diatas sebuah batu ceper didekat tempat ia
bekerja.
Anehnya, ketika Inaq mulai menumbuk,
batu tempat mereka duduk makin lama makin menaik. Merasa seperti diangkat, maka
anaknya yang sulung mulai memanggil ibunya: "Ibu batu ini makin
tinggi." Namun sayangnya Inaq Lembain sedang sibuk bekerja. Dijawabnya,
"Anakku tunggulah sebentar, Ibu baru saja menumbuk."
Begitulah yang terjadi secara
berulang-ulang. Batu ceper itu makin lama makin meninggi hingga melebihi pohon
kelapa. Kedua anak itu kemudian berteriak sejadi-jadinya. Namun, Inaq Lembain
tetap sibuk menumbuk dan menampi beras. Suara anak-anak itu makin lama makin
sayup. Akhirnya suara itu sudah tidak terdengar lagi.
Batu Goloq itu makin lama makin
tinggi. Hingga membawa kedua anak itu mencapai awan. Mereka menangis
sejadi-jadinya. Baru saat itu Inaq Lembain tersadar, bahwa kedua anaknya sudah
tidak ada. Mereka dibawa naik oleh Batu Goloq.
Inaq Lembain menangis tersedu-sedu.
Ia kemudian berdoa agar dapat mengambil anaknya. Syahdan doa itu terjawab. Ia
diberi kekuatan gaib. dengan sabuknya ia akan dapat memenggal Batu Goloq itu.
Ajaib, dengan menebaskan sabuknya batu itu terpenggal menjadi tiga bagian.
Bagian pertama jatuh di suatu tempat yang kemudian diberi nama Desa Gembong
olrh karena menyebabkan tanah di sana bergetar. Bagian ke dua jatuh di tempat
yang diberi nama Dasan Batu oleh karena ada orang yang menyaksikan jatuhnya
penggalan batu ini. Dan potongan terakhir jatuh di suatu tempat yang
menimbulkan suara gemuruh. Sehingga tempat itu diberi nama Montong Teker.
Sedangkan kedua anak itu tidak jatuh
ke bumi. Mereka telah berubah menjadi dua ekor burung. Anak sulung berubah
menjadi burung Kekuwo dan adiknya berubah menjadi burung Kelik. Oleh karena
keduanya berasal dari manusia maka kedua burung itu tidak mampu mengerami
telurnya.
BENDE WASIAT
Harimau sedang asyik bercermin di sungai sambil
membasuh mukanya. "Hmm, gagah juga aku ini, tubuhku kuat berotot dan warna
lorengku sangat indah," kata harimau dalam hati. Kesombongan harimau
membuatnya suka memerintah dan berbuat semena-mena pada binatang lain yang
lebih kecil dan lemah. Si kancil akhirnya tidak tahan lagi. "Benar-benar
keterlaluan si harimau !" kata Kancil menahan marah. "Dia mesti
diberi pelajaran! Biar kapok! Sambil berpikir, ditengah jalan kancil bertemu
dengan kelinci. Mereka berbincang-bincang tentang tingkah laku harimau dan
mencoba mencari ide bagaimana cara membuat si harimau kapok.
Setelah
lama terdiam, "Hmm, aku ada ide," kata si kancil tiba-tiba.
"Tapi kau harus menolongku," lanjut si kancil. "Begini, kau
bilang pada harimau kalau aku telah menghajarmu karena telah menggangguku, dan
katakan juga pada si harimau bahwa aku akan menghajar siapa saja yang berani
menggangguku, termasuk harimau, karena aku sedang menjalankan tugas
penting," kata kancil pada kelinci. "Tugas penting apa, Cil?"
tanya kelinci heran. " Sudah, bilang saja begitu, kalau si harimau nanti
mencariku, antarkan ia ke bawah pohon besar di ujung jalan itu. Aku akan
menunggu Harimau disana." "Tapi aku takut Cil, benar nih rencanamu
akan berhasil?", kata kelinci. "Percayalah padaku, kalau gagal jangan
sebut aku si kancil yang cerdik". "Iya, iya. Aku percaya, tapi kamu
jangan sombong, nanti malah kamu jadi lebih sombong dari si harimau lagi."
Si
kelincipun berjalan menemui harimau yang sedang bermalas-malasan. Si kelinci
agak gugup menceritakan yang terjadi padanya. Setelah mendengar cerita kelinci,
harimau menjadi geram mendengarnya. "Apa ? Kancil mau menghajarku? Grr,
berani sekali dia!!, kata harimau. Seperti yang diharapkan, harimau minta
diantarkan ke tempat kancil berada. "Itu dia si Kancil!" kata Kelinci
sambil menunjuk ke arah sebatang pohon besar di ujung jalan. "Kita hampir
sampai, harimau. Aku takut, nanti jangan bilang si kancil kalau aku yang cerita
padamu, nanti aku dihajar lagi," kata kelinci. Si kelinci langsung berlari
masuk dalam semak-semak.
"Hai
kancil!!! Kudengar kau mau menghajarku ya?" Tanya harimau sambil marah.
"Jangan bicara keras-keras, aku sedang mendapat tugas penting".
"Tugas penting apa?". Lalu Kancil menunjuk benda besar berbentuk
bulat, yang tergantung pada dahan pohon di atasnya. "Aku harus menjaga
bende wasiat itu." Bende wasiat apa sih itu?" Tanya harimau heran.
"Bende adalah semacam gong yang berukuran kecil, tapi bende ini bukan
sembarang bende, kalau dipukul suaranya merdu sekali, tidak bisa terlukis
dengan kata-kata. Harimau jadi penasaran. "Aku boleh tidak memukulnya?,
siapa tahu kepalaku yang lagi pusing ini akan hilang setelah mendengar suara
merdu dari bende itu." "Jangan, jangan," kata Kancil. Harimau
terus membujuk si Kancil. Setelah agak lama berdebat, "Baiklah, tapi aku
pergi dulu, jangan salahkan aku kalau terjadi apa-apa ya?", kata si
kancil.
Setelah
Kancil pergi, Harimau segera memanjat pohon dan memukul bende itu. Tapi yang
terjadi…. Ternyata bende itu adalah sarang lebah! Nguuuung…nguuuung…..nguuuung
sekelompok lebah yang marah keluar dari sarangnya karena merasa diganggu.
Lebah-lebah itu mengejar dan menyengat si harimau. "Tolong! Tolong!"
teriak harimau kesakitan sambil berlari. Ia terus berlari menuju ke sebuah
sungai. Byuur! Harimau langsung melompat masuk ke dalam sungai. Ia akhirnya
selamat dari serangan lebah. "Grr, awas kau Kancil!" teriak Harimau
menahan marah. "Aku dibohongi lagi. Tapi pusingku kok menjadi hilang
ya?". Walaupun tidak mendengar suara merdu bende wasiat, harimau tidak
terlalu kecewa, sebab kepalanya tidak pusing lagi.
"Hahaha!
Lihatlah Harimau yang gagah itu lari terbirit-birit disengat lebah," kata
kancil. "Binatang kecil dan lemah tidak selamanya kalah bukan?".
"Aku harap harimau bisa mengambil manfaat dari kejadian ini," kata
kelinci penuh harap."
Buaya Ajaib
Pada jaman dahulu, hiduplah seorang lelaki bernama
Towjatuwa di tepian sungai Tami daerah Irian Jaya.
Lelaki
itu sedang gundah, oleh karena isterinya yang hamil tua mengalami kesulitan
dalam melahirkan bayinya. Untuk membantu kelahiran anaknya itu, ia membutuhkan
operasi yang menggunakan batu tajam dari sungai Tami.
Ketika
sedang sibuk mencari batu tajam tersebut, ia mendengar suara-suara aneh di
belakangnya. Alangkah terkejutnya Towjatuwa ketika ia melihat seekor buaya
besar di depannya. Ia sangat ketakutan dan hampir pingsan. Buaya besar itu
pelan-pelan bergerak ke arah Towjatuwa. Tidak seperti buaya lainnya, binatang
ini memiliki bulu-bulu dari burung Kaswari di punggungnya. Sehingga ketika
buaya itu bergerak, binatang itu tampak sangat menakutkan.
Namun
saat Towjatuwa hendak melarikan diri, buaya itu menyapanya dengan ramah dan
bertanya apa yang sedang ia lakukan. Towjatuwapun menceritakan keadaan
isterinya. Buaya ajaib inipun berkata: "Tidak usah khawatir, saya akan
datang ke rumahmu nanti malam. Saya akan menolong isterimu melahirkan."
Towjatuwa pulang menemui isterinya. Dengan sangat berbahagia, iapun
menceritakan perihal pertemuannya dengan seekor buaya ajaib.
Malam
itu, seperti yang dijanjikan, buaya ajaib itupun memasuki rumah Towjatuwa.
Dengan kekuatan ajaibnya, buaya yang bernama Watuwe itu menolong proses
kelahiran seorang bayi laki-laki dengan selamat. Ia diberi nama Narrowra.
Watuwe meramalkan bahwa kelak bayi tersebut akan tumbuh menjadi pemburu yang
handal.
Watuwe
lalu mengingatkan agar Towjatuwa dan keturunannya tidak membunuh dan memakan
daging buaya. Apabila larangan itu dilanggar maka Towjatuwa dan keturunannya
akan mati. Sejak saat itu, Towjatuwa dan anak keturunannya berjanji untuk
melindungi binatang yang berada disekitar sungai Tami dari para pemburu.
ASAL USUL DANAU LIPAN
Di kecamatan Muara Kaman kurang lebih 120 km di hulu
Tenggarong ibukota Kabupaten Kutai Kartanegara di Kalimantan Timur ada sebuah
daerah yang terkenal dengan nama Danau Lipan. Meskipun bernama Danau, daerah
tersebut bukanlah danau seperti Danau Jempang dan Semayang. Daerah itu
merupakan padang luas yang ditumbuhi semak dan perdu.
Dahulu kala kota Muara Kaman dan sekitarnya merupakan
lautan. Tepi lautnya ketika itu ialah di Berubus, kampung Muara Kaman Ulu yang
lebih dikenal dengan nama Benua Lawas. Pada masa itu ada sebuah kerajaan yang
bandarnya sangat ramai dikunjungi karena terletak di tepi laut.
Terkenallah pada masa itu di kerajaan tersebut seorang putri
yang cantik jelita. Sang putri bernama Putri Aji Bedarah Putih. Ia diberi nama
demikian tak lain karena bila sang putri ini makan sirih dan menelan air
sepahnya maka tampaklah air sirih yang merah itu mengalir melalui
kerongkongannya.
Kejelitaan dan keanehan Putri Aji Bedarah Putih ini
terdengar pula oleh seorang Raja Cina yang segera berangkat dengan Jung besar
beserta bala tentaranya dan berlabuh di laut depan istana Aji Bedarah Putih.
Raja Cina pun segera naik ke darat untuk melamar Putri jelita.
Sebelum Raja Cina menyampaikan pinangannya, oleh Sang Putri
terlebih dahulu raja itu dijamu dengan santapan bersama. Tapi malang bagi Raja
Cina, ia tidak mengetahui bahwa ia tengah diuji oleh Putri yang tidak saja
cantik jelita tetapi juga pandai dan bijaksana. Tengah makan dalam jamuan itu,
puteri merasa jijik melihat kejorokan bersantap dari si tamu. Raja Cina itu
ternyata makan dengan cara menyesap, tidak mempergunakan tangan melainkan
langsung dengan mulut seperti anjing.
Betapa jijiknya Putri Aji Bedarah Putih dan ia pun merasa
tersinggung, seolah-olah Raja Cina itu tidak menghormati dirinya disamping
jelas tidak dapat menyesuaikan diri. Ketika selesai santap dan lamaran Raja
Cina diajukan, serta merta Sang Putri menolak dengan penuh murka sambil
berkata, "Betapa hinanya seorang putri berjodoh dengan manusia yang cara
makannya saja menyesap seperti anjing."
Penghinaan yang luar biasa itu tentu saja membangkitkan
kemarahan luar biasa pula pada Raja Cina itu. Sudah lamarannya ditolak
mentah-mentah, hinaan pula yang diterima. Karena sangat malu dan murkanya, tak
ada jalan lain selain ditebus dengan segala kekerasaan untuk menundukkan Putri
Aji Bedarah Putih. Ia pun segera menuju ke jungnya untuk kembali dengan segenap
bala tentara yang kuat guna menghancurkan kerajaan dan menawan Putri.
Perang dahsyat pun terjadilah antara bala tentara Cina yang
datang bagai gelombang pasang dari laut melawan bala tentara Aji Bedarah Putih.
Ternyata tentara Aji Bedarah Putih tidak dapat menangkis
serbuan bala tentara Cina yang mengamuk dengan garangnya. Putri yang
menyaksikan jalannya pertempuran yang tak seimbang itu merasa sedih bercampur
geram. Ia telah membayangkan bahwa peperangan itu akan dimenangkan oleh tentara
Cina. Karena itu timbullah kemurkaannya.
Putri pun segera makan sirih seraya berucap, "Kalau
benar aku ini titisan raja sakti, maka jadilah sepah-sepahku ini lipan-lipan
yang dapat memusnahkan Raja Cina beserta seluruh bala tentaranya." Selesai
berkata demikian, disemburkannyalah sepah dari mulutnya ke arah peperangan yang
tengah berkecamuk itu. Dengan sekejap mata sepah sirih putri tadi berubah
menjadi beribu-ribu ekor lipan yang besar-besar, lalu dengan bengisnya
menyerang bala tentara Cina yang sedang mengamuk.
Bala tentara Cina yang berperang dengan gagah perkasa itu
satu demi satu dibinasakan. Tentara yang mengetahui serangan lipan yang tak
terlawan itu, segera lari lintang-pukang ke jungnya. Demikian pula sang Raja.
Mereka bermaksud akan segera meninggalkan Muara Kaman dengan lipannya yang
dahsyat itu, tetapi ternyata mereka tidak diberi kesempatan oleh lipan-lipan
itu untuk meninggalkan Muara Kaman hidup-hidup. Karena lipan-lipan itu telah
diucap untuk membinasakan Raja dan bala tentara Cina, maka dengan bergelombang
mereka menyerbu terus sampai ke Jung Cina. Raja dan segenap bala tentara Cina
tak dapat berkisar ke mana pun lagi dan akhirnya mereka musnah semuanya. Jung
mereka ditenggelamkan juga.
Sementara itu Aji Bedarah Putih segera hilang dengan gaib,
entah kemana dan bersamaan dengan gaibnya putri, maka gaib pulalah Sumur Air
Berani, sebagai kekuatan tenaga sakti kerajaan itu. Tempat Jung Raja Cina yang
tenggelam dan lautnya yang kemudian mendangkal menjadi suatu daratan dengan
padang luas itulah yang kemudian disebut hingga sekarang dengan nama Danau
Lipan.
BUAYA PEROMPAK
Pada jaman dahulu, Sungai Tulang Bawang sangat
terkenal akan keganasan buayanya. Sehingga orang yang berlayar
disana maupun para penduduk yang tinggal disana perlu untuk sangat
berhati-hati. Menurut cerita, sudah banyak manusia yang hilang begitu saja
disana.
Pada suatu hari, kejadian
yang menyedihkan itu terulang kembali. Orang yang hilang itu adalah seorang
gadis rupawan yang bernama Aminah. Anehnya, meskipun penduduk seluryh kampung
tepi Sungai Tulang Bawang mencarinya. Tidak ada jejak yang tertinggal.
Sepertinya ia sirna ditelan bumi.
Nun jauh dari kejadian itu, di dalam sebuah gua
besar tergoleklah Aminah. Ia baru saja tersadar dari pingsannya. Betapa
terkejutnya ia ketika menyadari bahwa gua itu dipenuhi oleh harta benda yang
ternilai harganya. Ada permata, emas, intan, maupun pakaian yang indah-indah. Harta
benda itu mengeluarkan sinar yang berkilauan.
Belum habis rasa takjubnya, dari sudut gua
terdengarlah sebuah suara yang besar, "janganlah takut gadis rupawan!
Meskipun aku berwujud buaya, sebenarnya aku adalah manusia sepertimu juga. Aku
dikutuk menjadi buaya karena perbuatanku dulu yang sangat jahat. Namaku dulu
adalah Somad, perampok ulung di Sungai Tulang Bawang. Dulu aku selalu merampok
setiap saudagar yang berlayar disini. Semua hasil rampokanku kusimpan dalam gua
ini. Kalau aku butuh makanan maka harta itu kujual sedikit di pasar desa tepi
sungai. Tidak ada seorangpun yang tahu bahwa aku telah membangun terowongan di
balik gua ini. Terowongan itu menghubungkan gua ini dengan desa tersebut."
Tanpa disengaja, si buaya perompak tersebut sudah
membuka rahasia gua tempat kediamannya. Secara seksama Aminah menyimak dan
mengingat keterangan berharga itu. Buaya itu selalu memberinya hadiah
perhiasan. Harapannya adalah agar Aminah mau tetap tinggal bersamanya. Namun
keinginan Aminah untuk segera kembali ke kampung halamannya makin menjadi-jadi.
Pada suatu hari, buaya
perompak tersebut sedikit lengah. Ia tertidur dan meninggalkan pintu guanya
terbuka. Si Aminah pun keluar sambil berjingkat-jingkat. Di balik gua itu
ditemukannya sebuah terowongan yang sempit. Setelah cukup lama menelusuri
terowongan itu, tiba-tiba ia melihat sinar matahari. Betapa gembiranya ia
ketika keluar dari mulut terowongan itu. Disana Aminah ditolong oleh penduduk
desa yang mencari rotan. Lalu Aminah memberi mereka hadiah sebagian perhiasan
yang dibawanya. Aminah akhirnya bisa kembali ke desanya dengan selamat. Ia pun
selanjutnya hidup tenteram disana.
CINDELARAS
Raden Putra adalah raja Kerajaan Jenggala. Ia didampingi seorang permaisuri yang baik hati dan seorang selir yang cantik jelita. Tetapi, selir Raja Raden Putra memiliki sifat iri dan dengki terhadap sang permaisuri. Ia merencanakan suatu yang buruk kepada permaisuri. "Seharusnya, akulah yang menjadi permaisuri. Aku harus mencari akal untuk menyingkirkan permaisuri," pikirnya.
Selir
baginda, berkomplot dengan seorang tabib istana. Ia berpura-pura sakit parah.
Tabib istana segera dipanggil. Sang tabib mengatakan bahwa ada seseorang yang
telah menaruh racun dalam minuman tuan putri. "Orang itu tak lain adalah
permaisuri Baginda sendiri," kata sang tabib. Baginda menjadi murka
mendengar penjelasan tabib istana. Ia segera memerintahkan patihnya untuk
membuang permaisuri ke hutan.
Sang
patih segera membawa permaisuri yang sedang mengandung itu ke hutan belantara.
Tapi, patih yang bijak itu tidak mau membunuhnya. Rupanya sang patih sudah
mengetahui niat jahat selir baginda. "Tuan putri tidak perlu khawatir,
hamba akan melaporkan kepada Baginda bahwa tuan putri sudah hamba bunuh,"
kata patih. Untuk mengelabui raja, sang patih melumuri pedangnya dengan darah
kelinci yang ditangkapnya. Raja menganggung puas ketika sang patih melapor
kalau ia sudah membunuh permaisuri.
Setelah
beberapa bulan berada di hutan, lahirlah anak sang permaisuri. Bayi itu
diberinya nama Cindelaras. Cindelaras tumbuh menjadi seorang anak yang cerdas
dan tampan. Sejak kecil ia sudah berteman dengan binatang penghuni hutan. Suatu
hari, ketika sedang asyik bermain, seekor rajawali menjatuhkan sebutir telur.
"Hmm, rajawali itu baik sekali. Ia sengaja memberikan telur itu
kepadaku." Setelah 3 minggu, telur itu menetas. Cindelaras memelihara anak
ayamnya dengan rajin. Anak ayam itu tumbuh menjadi seekor ayam jantan yang
bagus dan kuat. Tapi ada satu keanehan. Bunyi kokok ayam jantan itu sungguh
menakjubkan! "Kukuruyuk... Tuanku Cindelaras, rumahnya di tengah rimba,
atapnya daun kelapa, ayahnya Raden Putra..."
Cindelaras
sangat takjub mendengar kokok ayamnya dan segera memperlihatkan pada ibunya.
Lalu, ibu Cindelaras menceritakan asal usul mengapa mereka sampai berada di
hutan. Mendengar cerita ibundanya, Cindelaras bertekad untuk ke istana dan
membeberkan kejahatan selir baginda. Setelah di ijinkan ibundanya, Cindelaras
pergi ke istana ditemani oleh ayam jantannya. Ketika dalam perjalanan ada
beberapa orang yang sedang menyabung ayam. Cindelaras kemudian dipanggil oleh
para penyabung ayam. "Ayo, kalau berani, adulah ayam jantanmu dengan
ayamku," tantangnya. "Baiklah," jawab Cindelaras. Ketika diadu,
ternyata ayam jantan Cindelaras bertarung dengan perkasa dan dalam waktu
singkat, ia dapat mengalahkan lawannya. Setelah beberapa kali diadu, ayam Cindelaras
tidak terkalahkan. Ayamnya benar-benar tangguh.
Berita
tentang kehebatan ayam Cindelaras tersebar dengan cepat. Raden Putra pun
mendengar berita itu. Kemudian, Raden Putra menyuruh hulubalangnya untuk
mengundang Cindelaras. "Hamba menghadap paduka," kata Cindelaras
dengan santun. "Anak ini tampan dan cerdas, sepertinya ia bukan keturunan
rakyat jelata," pikir baginda. Ayam Cindelaras diadu dengan ayam Raden
Putra dengan satu syarat, jika ayam Cindelaras kalah maka ia bersedia kepalanya
dipancung, tetapi jika ayamnya menang maka setengah kekayaan Raden Putra
menjadi milik Cindelaras.
Dua
ekor ayam itu bertarung dengan gagah berani. Tetapi dalam waktu singkat, ayam
Cindelaras berhasil menaklukkan ayam sang Raja. Para penonton bersorak sorai
mengelu-elukan Cindelaras dan ayamnya. "Baiklah aku mengaku kalah. Aku
akan menepati janjiku. Tapi, siapakah kau sebenarnya, anak muda?" Tanya
Baginda Raden Putra. Cindelaras segera membungkuk seperti membisikkan sesuatu
pada ayamnya. Tidak berapa lama ayamnya segera berbunyi. "Kukuruyuk...
Tuanku Cindelaras, rumahnya di tengah rimba, atapnya daun kelapa, ayahnya Raden
Putra...," ayam jantan itu berkokok berulang-ulang. Raden Putra
terperanjat mendengar kokok ayam Cindelaras. "Benarkah itu?" Tanya
baginda keheranan. "Benar Baginda, nama hamba Cindelaras, ibu hamba adalah
permaisuri Baginda."
Bersamaan
dengan itu, sang patih segera menghadap dan menceritakan semua peristiwa yang
sebenarnya telah terjadi pada permaisuri. "Aku telah melakukan
kesalahan," kata Baginda Raden Putra. "Aku akan memberikan hukuman
yang setimpal pada selirku," lanjut Baginda dengan murka. Kemudian, selir
Raden Putra pun di buang ke hutan. Raden Putra segera memeluk anaknya dan
meminta maaf atas kesalahannya Setelah itu, Raden Putra dan hulubalang segera
menjemput permaisuri ke hutan.. Akhirnya Raden Putra, permaisuri dan Cindelaras
dapat berkumpul kembali. Setelah Raden Putra meninggal dunia, Cindelaras
menggantikan kedudukan ayahnya. Ia memerintah negerinya dengan adil dan
bijaksana.
Pesanmoral:
Kebaikan akan berbuah kebaikan sedang kejahatan akan mendatangkan penderitaan.
Kebaikan akan berbuah kebaikan sedang kejahatan akan mendatangkan penderitaan.
KANCIL SI PENCURI TIMUN
Siang itu panas sekali. Matahari bersinar garang. Tapi hal itu tidak terlalu dirasakan oleh Kancil. Dia sedang tidur nyenyak di bawah sebatang pohon yang rindang. Tiba-tiba saja mimpi indahnya terputus. "Tolong! Tolong! " terdengar teriakan dan jeritan berulang-ulang. Lalu terdengar suara derap kaki binatang yang sedang berlari-lari. "Ada apa, sih?" kata Kancil. Matanya berkejap-kejap, terasa berat untuk dibuka karena masih mengantuk. Di kejauhan tampak segerombolan binatang berlari-lari menuju ke arahnya. "Kebakaran! Kebakaran! " teriak Kambing. " Ayo lari, Cil! Ada kebakaran di hutan! " Memang benar. Asap tebal membubung tinggi ke angkasa. Kancil ketakutan melihatnya. Dia langsung bangkit dan berlari mengikuti teman-temannya.
Kancil
terus berlari. Wah, cepat juga larinya. Ya, walaupun Kancil bertubuh kecil,
tapi dia dapat berlari cepat. Tanpa terasa, Kancil telah berlari jauh,
meninggalkan teman-temannya. "Aduh, napasku habis rasanya," Kancil
berhenti dengan napas terengah-engah, lalu duduk beristirahat. "Lho, di
mana binatang-binatang lainnya?" Walaupun Kancil senang karena lolos dari
bahaya, tiba-tiba ia merasa takut. "Wah, aku berada di mana sekarang? Sepertinya
belum pernah ke sini." Kancil berjalan sambil mengamati daerah sekitarnya.
"Waduh, aku tersesat. Sendirian lagi. Bagaimana ini?'7 Kancil semakin
takut dan bingung. "Tuhan, tolonglah aku."
Kancil
terus berjalan menjelajahi hutan yang belum pernah dilaluinya. Tanpa terasa,
dia tiba di pinggir hutan. Ia melihat sebuah ladang milik Pak Tani.
"Ladang sayur dan buah-buahan? Oh, syukurlah. Terima kasih, Tuhan,"
mata Kancil membelalak. Ladang itu penuh dengan sayur dan buah-buahan yang siap
dipanen. Wow, asyik sekali! "Kebetulan nih, aku haus dan lapar
sekali," kata Kancil sambil menelan air liurnya. "Tenggorokanku juga
terasa kering. Dan perutku keroncongan minta diisi. Makan dulu, ah."
Dengan
tanpa dosa, Kancil melahap sayur dan buahbuahan yang ada di ladang. Wah,
kasihan Pak Tani. Dia pasti marah kalau melihat kejadian ini. Si Kancil nakal
sekali, ya? "Hmm, sedap sekali," kata Kancil sambil mengusap-usap
perutnya yang kekenyangan. "Andai setiap hari pesta seperti ini, pasti
asyik." Setelah puas, Kancil merebahkan dirinya di bawah sebatang pohon
yang rindang. Semilir angin yang bertiup, membuatnya mengantuk. "Oahem,
aku jadi kepingin tidur lagi," kata Kancil sambil menguap. Akhirnya
binatang yang nakal itu tertidur, melanjutkan tidur siangnya yang terganggu
gara-gara kebakaran di hutan tadi. Wah, tidurnya begitu pulas, sampai terdengar
suara dengkurannya. Krr... krr... krrr...
Ketika
bangun pada keesokan harinya, Kancil merasa lapar lagi. "Wah, pesta
berlanjut lagi, nih," kata Kancil pada dirinya sendiri. "Kali ini aku
pilih-pilih dulu, ah. Siapa tahu ada buah timun kesukaanku." Maka Kancil
berjalan-jalan mengitari ladang Pak Tani yang luas itu. "Wow, itu dia yang
kucari! " seru Kancil gembira. "Hmm, timunnya kelihatan begitu segar.
Besarbesar lagi! Wah, pasti sedap nih." Kancil langsung makan buah timun
sampai kenyang. "Wow, sedap sekali sarapan timun," kata Kancil sambil
tersenyum puas. Hari sudah agak siang. Lalu Kancil kembali ke bawah pohon
rindang untuk beristirahat.
Pak
Tani terkejut sekali ketika melihat ladangnya. "Wah, ladang timunku kok
jadi berantakan-begini," kata Pak Tani geram. "Perbuatan siapa, ya?
Pasti ada hama baru yang ganas. Atau mungkinkah ada bocah nakal atau binatang
lapar yang mencuri timunku?" Ladang timun itu memang benar-benar berantakan.
Banyak pohon timun yang rusak karena terinjak-injak. Dan banyak pula serpihan
buah timun yang berserakan di tanah. 7 @ Hm, awas, ya, kalau sampai tertangkap!
" omel Pak Tani sambil mengibas-ngibaskan sabitnya. "Panen timunku
jadi berantakan." Maka seharian Pak Tani sibuk membenahi kembali ladangnya
yang berantakan.
Dari
tempat istirahatnya, Kancil terus memperhatikan Pak Tani itu. "Hmm, dia
pasti yang bernama Pak Tani," kata Kancil pada dirinya sendiri.
"Kumisnya boleh juga. Tebal,' hitam, dan melengkung ke atas. Lucu sekali.
Hi... hi... hi.... Sebelumnya Kancil memang belum pernah bertemu dengan
manusia. Tapi dia sering mendengar cerita tentang Pak Tani dari teman-temannya.
"Aduh, Pak Tani kok lama ya," ujar Kancil. Ya, dia telah menunggu
lama sekali. Siang itu Kancil ingin makan timun lagi. Rupanya dia ketagihan
makan buah timun yang segar itu. Sore harinya, Pak Tani pulang sambil memanggul
keranjang berisi timun di bahunya. Dia pulang sambil mengomel, karena hasil
panennya jadi berkurang. Dan waktunya habis untuk menata kembali ladangnya yang
berantakan. "Ah, akhirnya tiba juga waktu yang kutunggu-tunggu,"
Kancil bangkit dan berjalan ke ladang. Binatang yang nakal itu kembali berpesta
makan timun Pak Tani.
Keesokan
harinya, Pak Tani geram dan marah-marah melihat ladangnya berantakan lagi.
"Benar-benar keterlaluan! " seru Pak Tani sambil mengepalkan
tangannya. "Ternyata tanaman lainnya juga rusak dan dicuri." Pak Tani
berlutut di tanah untuk mengetahui jejak si pencuri. "Hmm, pencurinya
pasti binatang," kata Pak Tani. "Jejak kaki manusia tidak begini
bentuknya." Pemilik ladang yang malang itu bertekad untuk menangkap si
pencuri. "Aku harus membuat perangkap untuk menangkapnya! " Maka Pak
Tani segera meninggalkan ladang. Setiba di rumahnya, dia membuat sebuah boneka
yang menyerupai manusia. Lalu dia melumuri orang-orangan ladang itu dengan
getah nangka yang lengket!
Pak
Tani kembali lagi ke ladang. Orang-orangan itu dipasangnya di tengah ladang
timun. Bentuknya persis seperti manusia yang sedang berjaga-jaga. Pakaiannya
yang kedodoran berkibar-kibar tertiup angin. Sementara kepalanya memakai
caping, seperti milik Pak Tani. "Wah, sepertinya Pak Tani tidak sendiri
lagi," ucap Kancil, yang melihat dari kejauhan. "Ia datang bersama
temannya. Tapi mengapa temannya diam saja, dan Pak Tani meninggalkannya
sendirian di tengah ladang?" Lama sekali Kancil menunggu kepergian teman
Pak Tani. Akhirnya dia tak tahan. "Ah, lebih baik aku ke sana," kata
Kancil memutuskan. "Sekalian minta maaf karena telah mencuri timun Pak
Tani. Siapa tahu aku malah diberinya timun gratis."
"Maafkan
saya, Pak," sesal Kancil di depan orangorangan ladang itu. "Sayalah
yang telah mencuri timun Pak Tani. Perut saya lapar sekali. Bapak tidak marah,
kan?" Tentu saj,a orang-orangan ladang itu tidak menjawab. Berkali-kali
Kancil meminta maaf. Tapi orang-orangan itu tetap diam. Wajahnya tersenyum,
tampak seperti mengejek Kancil. "Huh, sombong sekali!" seru Kancil
marah. "Aku minta maaf kok diam saja. Malah tersenyum mengejek. Memangnya
lucu apa?" gerutunya. Akhirnya Kancil tak tahan lagi. Ditinjunya
orangorangan ladang itu dengan tangan kanan. Buuuk! Lho, kok tangannya tidak
bisa ditarik? Ditinjunya lagi dengan tangan kiri. Buuuk! Wah, kini kedua
tangannya melekat erat di tubuh boneka itu. " Lepaskan tanganku! "
teriak Kancil j engkel. " Kalau tidak, kutendang kau! " Buuuk! Kini
kaki si Kancil malah melekat juga di tubuh orang-orangan itu. "Aduh,
bagaimana ini?"
Sore
harinya, Pak Tani kembali ke ladang. "Nah, ini dia pencurinya! " Pak
Tani senang melihat jebakannya berhasil. "Rupanya kau yang telah merusak
ladang dan mencuri timunku." Pak Tani tertawa ketika melepaskan Kancil.
"Katanya kancil binatang yang cerdik," ejek Pak Tani. "Tapi kok
tertipu oleh orang-orangan ladang. Ha... ha... ha.... " Kancil pasrah saja
ketika dibawa pulang ke rumah Pak Tani. Dia dikurung di dalam kandang ayam.
Tapi Kancil terkejut ketika Pak Tani menyuruh istrinya menyiapkan bumbu sate.
" Aku harus segera keluar malam ini j uga I " tekad Kancil. Kalau
tidak, tamatlah riwayatku. " Malam harinya, ketika seisi rumah sudah
tidur, Kancil memanggil-manggil Anjing, si penjaga rumah. "Ssst... Anjing,
kemarilah," bisik Kancil. "Perkenalkan, aku Kancil. Binatang piaraan
baru Pak Tani. Tahukah kau? Besok aku akan diajak Pak Tani menghadiri pesta di
rumah Pak Lurah. Asyik, ya?"
Anjing
terkejut mendengarnya. "Apa? Aku tak percaya! Aku yang sudah lama ikut Pak
Tani saja tidak pernah diajak pergi. Eh, malah kau yang diajak." Kancil
tersenyum penuh arti. "Yah, terserah kalau kau tidak percaya. Lihat saja
besok! Aku tidak bohong! " Rupanya Anjing terpengaruh oleh kata-kata si
Kancil. Dia meminta agar Kancil membujuk Pak Tani untuk mengajakn-ya pergi ke
pesta. "Oke, aku akan berusaha membujuk Pak Tani," janji Kancil.
"Tapi malam ini kau harus menemaniku tidur di kandang ayam.
Bagaimana?" Anjing setuju dengan tawaran Kancil. Dia segera membuka
gerendel pintu kandang, dan masuk. Dengan sigap, Kancil cepat-cepat keluar dari
kandang. "Terima kasih," kata Kancil sambil menutup kembali gerendel
pintu. "Maaf Iho, aku terpaksa berbohong. Titip salam ya, buat Pak Tani.
Dan tolong sampaikan maafku padanya." Kancil segera berlari meninggalkan
rumah Pak Tani. Anjing yang malang itu baru menyadari kejadian sebenarnya
ketika Kancil sudah menghilang.
Kancil yang cerdik, temyata mudah diperdaya oleh Pak
Tani. Itulah sebabnya kita tidak boleh takabur.
KELELAWAR YANG PENGECUT
Di sebuah padang rumput di Afrika, seekor Singa sedang
menyantap makanan. Tiba-tiba seekor burung elang terbang rendah dan menyambar
makanan kepunyaan Singa. “Kurang ajar” kata singa. Sang Raja hutan itu sangat
marah sehingga memerintahkan seluruh binatang untuk berkumpul dan menyatakan
perang terhadap bangsa burung.
“Mulai
sekarang segala jenis burung adalah musuh kita”, usir mereka semua, jangan
disisakan !” kata Singa. Binatang lain setuju sebab mereka merasa telah
diperlakukan sama oleh bangsa burung. Ketika malam mulai tiba, bangsa burung
kembali ke sarangnya.
Kesempatan
itu digunakan oleh para Singa dan anak buahnya untuk menyerang. Burung-burung
kocar-kacir melarikan diri. Untung masih ada burung hantu yang dapat melihat
dengan jelas di malam hari sehingga mereka semua bisa lolos dari serangan singa
dan anak buahnya.
Melihat
bangsa burung kalah, sang kelelawar merasa cemas, sehingga ia bergegas menemui
sang raja hutan. Kelelawar berkata,”Sebenarnya aku termasuk bangsa tikus,
walaupun aku mempunyai sayap. Maka izinkan aku untuk bergabung dengan
kelompokmu, Aku akan mempertaruhkan nyawaku untuk bertempur melawan
burung-burung itu”. Tanpa berpikir panjang singa pun menyetujui kelelawar masuk
dalam kelompoknya.
Malam
berikutnya kelompok yang dipimpin singa kembali menyerang kelompok burung dan
berhasil mengusirnya. Keesokan harinya, menjelang pagi, ketika kelompok Singa
sedang istirahat kelompok burung menyerang balik mereka dengan melempari
kelompok singa dengan batu dan kacang-kacangan. “Awas hujan batu,” teriak para
binatang kelompok singa sambil melarikan diri. Sang kelelawar merasa cemas
dengan hal tersebut sehingga ia berpikiran untuk kembali bergabung dengan
kelompok burung. Ia menemui sang raja burung yaitu burung Elang. “Lihatlah
sayapku, Aku ini seekor burung seperti kalian”. Elang menerima kelelawar dengan
senang hati.
Pertempuran
berlanjut, kera-kera menunggang gajah atau badak sambil memegang busur dan anak
panah. Kepala mereka dilindungi dengan topi dari tempurung kelapa agar tidak
mempan dilempari batu. Setelah kelompok singa menang, apa yang dilakukan
kelelawar ?. Ia bolak balik berpihak kepada kelompok yang menang. Sifat
pengecut dan tidak berpendirian yang dimiliki kelelawar lama kelamaan diketahui
oleh kedua kelompok singa dan kelompok burung.
Mereka sadar bahwa tidak ada gunanya saling
bermusuhan. Merekapun bersahabat kembali dan memutuskan untuk mengusir
kelelawar dari lingkungan mereka. Kelelawar merasa sangat malu sehingga ia
bersembunyi di gua-gua yang gelap. Ia baru menampakkan diri bila malam tiba
dengan cara sembunyi-sembunyi.
KEONG MAS
Alkisah pada jaman dahulu kala hiduplah seorang pemuda
bernama Galoran. Ia termasuk orang yang disegani karena kekayaan dan pangkat
orangtuanya. Namun Galoran sangatlah malas dan boros. Sehari-hari kerjanya
hanya menghambur-hamburkan harta orangtuanya, bahkan pada waktu orang tuanya
meninggal dunia ia semakin sering berfoya-foya. Karena itu lama kelamaan
habislah harta orangtuanya. Walaupun demikian tidak membuat Galoran sadar juga,
bahkan waktu dihabiskannya dengan hanya bermalas-malasan dan berjalan-jalan.
Iba warga kampung melihatnya. Namun setiap kali ada yang menawarkan pekerjaan
kepadanya, Galoran hanya makan dan tidur saja tanpa mau melakukan pekerjaan
tersebut. Namun akhirnya galoran dipungut oleh seorang janda berkecukupan untuk
dijadikan teman hidupnya. Hal ini membuat Galoran sangat senang ; "Pucuk
dicinta ulam pun tiba", demikian pikir Galoran.
Janda
tersebut mempunyai seorang anak perempuan yang sangat rajin dan pandai menenun,
namanya Jambean. Begitu bagusnya tenunan Jambean sampai dikenal diseluruh dusun
tersebut. Namun Galoran sangat membenci anak tirinya itu, karena seringkali
Jambean menegurnya karena selalu bermalas-malasan.
Rasa
benci Galoran sedemikian dalamnya, sampai tega merencanakan pembunuhan anak
tirinya sendiri. Dengan tajam dia berkata pada istrinya : " Hai, Nyai,
sungguh beraninya Jambean kepadaku. Beraninya ia menasehati orangtua! Patutkah
itu ?" "Sabar, Kak. Jambean tidak bermaksud buruk terhadap
kakak" bujuk istrinya itu. "Tahu aku mengapa ia berbuat kasar padaku,
agar aku pergi meninggalkan rumah ini !" seru nya lagi sambil melototkan
matanya. "Jangan begitu kak, Jambean hanya sekedar mengingatkan agar kakak
mau bekerja" demikian usaha sang istri meredakan amarahnya. "Ah ..
omong kosong. Pendeknya sekarang engkau harus memilih .. aku atau anakmu
!" demikian Galoran mengancam.
Sedih hati ibu Jambean. Sang ibu menangis siang-malam
karena bingung hatinya. Ratapnya : " Sampai hati bapakmu menyiksaku
jambean. Jambean anakku, mari kemari nak" serunya lirih. "Sebentar
mak, tinggal sedikit tenunanku" jawab Jambean. "Nah selesai
sudah" serunya lagi. Langsung Jambean mendapatkan ibunya yang tengah
bersedih. "Mengapa emak bersedih saja" tanyanya dengan iba. Maka
diceritakanlah rencana bapak Jambean yang merencanakan akan membunuh Jambean.
Dengan sedih Jambean pun berkata : " Sudahlah mak jangan bersedih, biarlah
aku memenuhi keinginan bapak. Yang benar akhirnya akan bahagia mak".
"Namun hanya satu pesanku mak, apabila aku sudah dibunuh ayah janganlah
mayatku ditanam tapi buang saja ke bendungan" jawabnya lagi. Dengan sangat
sedih sang ibu pun mengangguk-angguk. Akhirnya Jambean pun dibunuh oleh ayah
tirinya, dan sesuai permintaan Jambean sang ibu membuang mayatnya di bendungan.
Dengan ajaib batang tubuh dan kepala Jambean berubah menjadi udang dan siput,
atau disebut juga dengan keong dalam bahasa Jawanya.
Tersebutlah
di Desa Dadapan dua orang janda bersaudara bernama Mbok Rondo Sambega dan Mbok
Rondo Sembadil. Kedua janda itu hidup dengan sangat melarat dan bermata
pencaharian mengumpulkan kayu dan daun talas. Suatu hari kedua bersaudara
tersebut pergi ke dekat bendungan untuk mencari daun talas. Sangat terpana
mereka melihat udang dan siput yang berwarna kuning keemasan. "Alangkah
indahnya udang dan siput ini" seru Mbok Rondo Sambega "Lihatlah
betapa indahnya warna kulitnya, kuning keemasan. Ingin aku bisa
memeliharanya" serunya lagi. "Yah sangat indah, kita bawa saja udang
dan keong ini pulang" sahut Mbok Rondo Sembadil. Maka dipungutnya udang
dan siput tersebut untuk dibawa pulang. Kemudian udang dan siput tersebut
mereka taruh di dalam tempayan tanah liat di dapur. Sejak mereka memelihara
udang dan siput emas tersebut kehidupan merekapun berubah. Terutama setiap
sehabis pulang bekerja, didapur telah tersedia lauk pauk dan rumah menjadi
sangat rapih dan bersih. Mbok Rondo Sambega dan Mbok Rondo Sembadil juga merasa
keheranan dengan adanya hal tersebut. Sampai pada suatu hari mereka berencana
untuk mencari tahu siapakah gerangan yang melakukan hal tersebut.
Suatu
hari mereka seperti biasanya pergi untuk mencari kayu dan daun talas, mereka
berpura-pura pergi dan kemudian setelah berjalan agak jauh mereka segera
kembali menyelinap ke dapur. Dari dapur terdengar suara gemerisik, kedua
bersaudara itu segera mengintip dan melihat seorang gadis cantik keluar dari
tempayan tanah liat yang berisi udang dan Keong Emas peliharaan mereka.
"tentu dia adalah jelmaan keong dan udang emas itu" bisik Mbok Rondo
Sambega kepada Mbok Rondo Sembadil. "Ayo kita tangkap sebelum menjelma
kembali menjadi udang dan Keong Emas" bisik Mbok Rondo Sembadil. Dengan
perlahan-lahan mereka masuk ke dapur, lalu ditangkapnya gadis yang sedang asik
memasak itu. "Ayo ceritakan lekas nak, siapa gerangan kamu itu" desak
Mbok Rondo Sambega "Bidadarikah kamu ?" sahutnya lagi. "bukan
Mak, saya manusia biasa yang karena dibunuh dan dibuang oleh orang tua saya,
maka saya menjelma menjadi udang dan keong" sahut Jambean lirih.
"terharu mendengar cerita Jambean kedua bersaudara itu akhirnya mengambil
Keong Emas sebagai anak angkat mereka. Sejak itu Keong Emas membantu kedua
bersaudara tersebut dengan menenun. Tenunannya sangat indah dan bagus sehingga
terkenallah tenunan terebut keseluruh negeri, dan kedua janda bersaudara
tersebut menjadi bertambah kaya dari hari kehari.
Sampailah tenunan tersebut di ibu kota kerajaan. Sang
raja muda sangat tertarik dengan tenunan buatan Jambean atau Keong Emas
tersebut. Akhirnya raja memutuskan untuk meninjau sendiri pembuatan tenunan
tersebut dan pergi meninggalkan kerajaan dengan menyamar sebagai saudagar kain.
Akhirnya tahulah raja perihal Keong Emas tersebut, dan sangat tertarik oleh
kecantikan dan kerajinan Keong Emas. Raja menitahkan kedua bersaudara tersebut
untuk membawa Jambean atau Keong Emas untuk masuk ke kerajaan dan meminang si
Keong Emas untuk dijadikan permaisurinya. Betapa senang hati kedua janda
bersaudara tersebut.
KERA DAN AYAM
Pada
jaman dahulu, tersebutlah seekor ayam yang bersahabat dengan seekor kera. Namun
persahabatan itu tidak berlangsung lama, karena kelakuan si kera. Pada suatu
petang Si Kera mengajak si ayam untuk berjalan-jalan. Ketika hari sudah petang
si Kera mulai merasa lapar. Kemudian ia menangkap si Ayam dan mulai mencabuti
bulunya. Si Ayam meronta-ronta dengan sekuat tenaga. Akhirnya, ia dapat
meloloskan diri.
Ia
lari sekuat tenaga. Untunglah tidak jauh dari tempat itu adalah tempat kediaman
si Kepiting. Si Kepiting adalah teman sejati darinya. Dengan tergopoh-gopoh ia
masuk ke dalam lubang kediaman si Kepiting. Disana ia disambut dengan gembira.
Lalu Si Kepiting menceritakan semua kejadian yang dialaminya, termasuk
penghianatan si Kera.
Mendengar
hal itu akhirnya si Kepiting tidak bisa menerima perlakuan si Kera. Ia berkata,
"marilah kita beri pelajaran kera yang tahu arti persahabatan itu."
Lalu ia menyusun siasat untuk memperdayai si Kera. Mereka akhirnya bersepakat
akan mengundang si Kera untuk pergi berlayar ke pulau seberang yang penuh
dengan buah-buahan. Tetapi perahu yang akan mereka pakai adalah perahu buatan
sendiri dari tanah liat.
Kemudian
si Ayam mengundang si Kera untuk berlayar ke pulau seberang. Dengan rakusnya si
Kera segera menyetujui ajakan itu. Beberapa hari berselang, mulailah perjalanan
mereka. Ketika perahu sampai ditengah laut, mereka lalu berpantun. Si Ayam
berkokok "Aku lubangi ho!!!" Si Kepiting menjawab "Tunggu sampai
dalam sekali!!"
Setiap
kali berkata begitu maka si ayam mencotok-cotok perahu itu. Akhirnya perahu
mereka itu pun bocor dan tenggelam. Si Kepiting dengan tangkasnya menyelam ke
dasar laut. Si Ayam dengan mudahnya terbang ke darat. Tinggallah Si Kera yang
meronta-ronta minta tolong. Karena tidak bisa berenang akhirnya ia pun mati
tenggelam.
KUTUKAN RAJA PULAU MINTIN
Pada zaman dahulu, terdapatlah sebuah kerajaan di
Pulau Mintin daerah Kahayan Hilir. Kerajaan itu sangat terkenal akan kearifan
rajanya. Akibatnya, kerajaan itu menjadi wilayah yang tenteram dan makmur.
Pada suatu hari, permaisuri dari raja tersebut
meninggal dunia. Sejak saat itu raja menjadi murung dan nampak selalu sedih.
Keadaan ini membuatnya tidak dapat lagi memerintah dengan baik. Pada saat yang
sama, keadaan kesehatan raja inipun makin makin menurun. Guna menanggulangi
situasi itu, raja berniat untuk pergi berlayar guna menghibur hatinya.
Untuk melanjutkan pemerintahan maka raja itu
menyerahkan tahtanya pada kedua anak kembarnya yang bernama Naga dan Buaya.
Mereka pun menyanggupi keinginan sang raja. Sejak sepeninggal sang raja, kedua
putranya tersebut memerintah kerajaan. Namun sayangnya muncul persoalan
mendasar baru.
Kedua putra raja tersebut memiliki watak yang
berbeda. Naga mempunyai watak negatif seperti senang berfoya-foya,
mabuk-mabukan dan berjudi. Sedangkan buaya memiliki watak positif seperti
pemurah, ramah tamah, tidak boros dan suka menolong.
Melihat tingkah laku si Naga yang selalu
menghambur-hamburkan harta kerajaan, maka si Buayapun marah. Karena tidak bisa
dinasehati maka si Buaya memarahi si Naga. Tetapi rupaya naga ini tidak mau
mendengar. Pertengkaran itu berlanjut dan berkembang menjadi perkelahian. Prajurit
kerajaan menjadi terbagi dua, sebahagian memihak kepada Naga dan sebagian
memihak pada Buaya. Perkelahian makin dahsyat sehingga memakan banyak korban.
Dalam pelayarannya, Sang raja mempunyai firasat
buruk. Maka ia pun mengubah haluan kapalnya untuk kembali ke kerajaanya. Betapa
terkejutnya ia ketika menyaksikan bahwa putera kembarnya telah saling
berperang. Dengan berang ia pun berkata,"kalian telah menyia-nyiakan
kepercayaanku. Dengan peperangan ini kalian sudah menyengsarakan rakyat. Untuk
itu terimalah hukumanku. Buaya jadilah engkau buaya yang sebenarnya dan hidup
di air. Karena kesalahanmu yang sedikit, maka engkau akan menetap di daerah
ini. Tugasmu adalah menjaga Pulau Mintin. Sedangkan engkau naga jadilah engkau
naga yang sebenarnya. Karena kesalahanmu yang besar engkau akan tinggal di
sepanjang Sungai Kapuas. Tugasmu adalah menjaga agar Sungai Kapuas tidak
ditumbuhi Cendawan Bantilung."
Setelah mengucapkan kutukan itu, tiba-tiba langit
gelap dan petir menggelegar. Dalam sekejap kedua putranya telah berubah wujud.
Satu menjadi buaya. Yang lainnya menjadi naga.
LA DANA DAN KERBAUNYA
La Dana adalah seorang anak petani
dari Toraja. Ia sangat terkenal akan kecerdikannya. Kadangkala kecerdikan itu
ia gunakan untuk memperdaya orang. Sehingga kecerdikan itu menjadi kelicikan.
Pada suatu hari ia bersama temannya
diundang untuk menghadiri pesta kematian. Sudah menjadi kebiasaan di tanah
toraja bahwa setiap tamu akan mendapat daging kerbau. La Dana diberi bagian
kaki belakang dari kerbau. Sedangkan kawannya menerima hampir seluruh bagian
kerbau itu kecuali bagian kaki belakang.
Lalu La Dana mengusulkan pada
temannya untuk menggabungkan daging-daging bagian itu dan menukarkannya dengan
seekor kerbau hidup. Alasannya adalah mereka dapat memelihara hewan itu sampai
gemuk sebelum disembelih. Mereka beruntung karena usulan tersebut diterima oleh
tuan rumah.
Seminggu setelah itu La Dana mulai
tidak sabar menunggu agar kerbaunya gemuk. Pada suatu hari ia mendatangi rumah
temannya, dimana kerbau itu berada, dan berkata "Mari kita potong hewan
ini, saya sudah ingin makan dagingnya." Temannya menjawab, "Tunggulah
sampai hewan itu agak gemuk." Lalu La Dana mengusulkan, "Sebaiknya
kita potong saja bagian saya, dan kamu bisa memelihara hewan itu
selanjutnya." Kawannya berpikir, kalau kaki belakang kerbau itu dipotong
maka ia akan mati. Lalu kawannya membujuk La Dana agar ia mengurungkan niatnya.
Ia menjanjikan La Dana untuk memberinya kaki depan dari kerbau itu.
Seminggu setelah itu La Dana datang
lagi dan kembali meminta agar bagiannya dipotong. Sekali lagi kawannya
membujuk. Ia dijanjikan bagian badan kerbau itu asal La Dana mau menunda
maksudnya. Baru beberapa hari berselang La Dana sudah kembali kerumah temannya.
Ia kembali meminta agar hewan itu dipotong.
Kali ini kawannya sudah tidak sabar,
dengan marah ia pun berkata, "Kenapa kamu tidak ambil saja kerbau ini
sekalian! Dan jangan datang lagi untuk mengganggu saya." La dana pun
pulang dengan gembiranya sambil membawa seekor kerbau gemuk.
LABA-LABA, KELINCI DAN SANG
BULAN
ang bulan terlihat sedih karena sudah lama ia melihat
banyak kejadian di dunia dan juga melihat banyak ketakutan yang dialami oleh
manusia. Untuk membuat manusia menjadi tidak takut, sang bulan berupaya
mengirimkan pesan kepada manusia melalui temannya sang laba-laba yang baik
hati.
"Hai
sang laba-laba, manusia di bumi sangatlah takut untuk mati dan hal itu membuat
mereka menjadi sangat sedih. Cobalah tenangkan manusia-manusia itu bahwa cepat
atau lambat manusia pasti akan mati, sehingga tidak perlu mereka untuk merasa
sedih", seru sang Bulan kepada temannya sang laba-laba.
Dengan
perlahan-lahan sang laba-laba turun kembali ke bumi, dan dengan sangat
hati-hati ia meniti jalan turun melalui untaian sinar bulan dan sinar matahari.
Di perjalannnya turun ke bumi, sang laba-laba bertemu dengan si kelinci.
"Hendak
kemanakah engkau hai sang laba-laba ?" tanya si kelinci penuh rasa ingin
tahu. "Aku sedang menuju bumi untuk memberitahukan manusia-manusia pesan
dari temanku sang Bulan" sahut sang laba-laba menjelaskan. "oohh
perjalananmu sangatlah jauh wahai sang laba-laba. Bagaimana jika kamu
memberitahukan pesan sang Bulan kepadaku dan aku akan membantumu memberitahukan
kepada manuisa-manusia itu" seru si kelinci. "hemm.. baiklah, aku
akan memberitahukan pesan dari sang Bulan kepadamu." jawab sang laba-laba.
"Sang Bulan ingin memberitahukan manusia-manusia di bumi bahwa mereka akan
cepat atau lambat mati ........." lanjut sang laba-laba.
Belum
habis sang laba-laba menjelaskan, si kelinci sudah meloncat pergi sambil
menghapalkan pesan sang laba-laba. " Yah, beritahukan manusia bahwa mereka
semua akan mati" serunya sambil meloncat-loncat dengan cepatnya. Sang
Kelinci memberitahukan manusia pesan yang diterimanya. Manusia menjadi sangat
sedih dan ketakutan.
Sang
laba-laba segera kembali kepada sang Bulan dan memberitahukan apa yang terjadi.
Sang bulan sangat kecewa dengan si kelinci, dan ketika si kelinci kembali sang
bulan mengutuk si kelinci karena telah lalai mendengarkan pesan sang Bulan
dengan lengkap.
Karena itu sampai saat ini si kelinci tidak dapat
bersuara lagi. Bagaimana dengan sang laba-laba? Sang bulan menugaskan sang
laba-laba untuk terus menyampaikan pesan kepada manusia-manusia di bumi tanpa
boleh menitipkan pesannya kepada siapapun yang dijumpainya. Oleh karena itu
sampai pada saat ini kita masih dapat melihat sang laba-laba dengan tekunnya
merajut pesan sang bulan di pojok-pojok ruangan. Namun berapa banyakkah dari
kita manusia yang telah melihat pesan sang Bulan tersebut?
LORO JONGGRANG
Alkisah, pada dahulu kala terdapat sebuah kerajaan
besar yang bernama Prambanan. Rakyatnya hidup tenteran dan damai. Tetapi, apa
yang terjadi kemudian? Kerajaan Prambanan diserang dan dijajah oleh negeri
Pengging. Ketentraman Kerajaan Prambanan menjadi terusik. Para tentara tidak
mampu menghadapi serangan pasukan Pengging. Akhirnya, kerajaan Prambanan
dikuasai oleh Pengging, dan dipimpin oleh Bandung Bondowoso.
Bandung
Bondowoso seorang yang suka memerintah dengan kejam. "Siapapun yang tidak
menuruti perintahku, akan dijatuhi hukuman berat!", ujar Bandung Bondowoso
pada rakyatnya. Bandung Bondowoso adalah seorang yang sakti dan mempunyai
pasukan jin. Tidak berapa lama berkuasa, Bandung Bondowoso suka mengamati
gerak-gerik Loro Jonggrang, putri Raja Prambanan yang cantik jelita.
"Cantik nian putri itu. Aku ingin dia menjadi permaisuriku," pikir
Bandung Bondowoso.
Esok
harinya, Bondowoso mendekati Loro Jonggrang. "Kamu cantik sekali, maukah
kau menjadi permaisuriku ?", Tanya Bandung Bondowoso kepada Loro Jonggrang.
Loro Jonggrang tersentak, mendengar pertanyaan Bondowoso. "Laki-laki ini
lancang sekali, belum kenal denganku langsung menginginkanku menjadi
permaisurinya", ujar Loro Jongrang dalam hati. "Apa yang harus aku
lakukan ?". Loro Jonggrang menjadi kebingungan. Pikirannya berputar-putar.
Jika ia menolak, maka Bandung Bondowoso akan marah besar dan membahayakan
keluarganya serta rakyat Prambanan. Untuk mengiyakannya pun tidak mungkin,
karena Loro Jonggrang memang tidak suka dengan Bandung Bondowoso.
"Bagaimana,
Loro Jonggrang ?" desak Bondowoso. Akhirnya Loro Jonggrang mendapatkan
ide. "Saya bersedia menjadi istri Tuan, tetapi ada syaratnya,"
Katanya. "Apa syaratnya? Ingin harta yang berlimpah? Atau Istana yang
megah?". "Bukan itu, tuanku, kata Loro Jonggrang. Saya minta
dibuatkan candi, jumlahnya harus seribu buah. "Seribu buah?" teriak
Bondowoso. "Ya, dan candi itu harus selesai dalam waktu semalam."
Bandung Bondowoso menatap Loro Jonggrang, bibirnya bergetar menahan amarah.
Sejak saat itu Bandung Bondowoso berpikir bagaimana caranya membuat 1000 candi.
Akhirnya ia bertanya kepada penasehatnya. "Saya percaya tuanku bias
membuat candi tersebut dengan bantuan Jin!", kata penasehat. "Ya,
benar juga usulmu, siapkan peralatan yang kubutuhkan!"
Setelah
perlengkapan di siapkan. Bandung Bondowoso berdiri di depan altar batu. Kedua
lengannya dibentangkan lebar-lebar. "Pasukan jin, Bantulah aku!"
teriaknya dengan suara menggelegar. Tak lama kemudian, langit menjadi gelap.
Angin menderu-deru. Sesaat kemudian, pasukan jin sudah mengerumuni Bandung
Bondowoso. "Apa yang harus kami lakukan Tuan ?", tanya pemimpin jin.
"Bantu aku membangun seribu candi," pinta Bandung Bondowoso. Para jin
segera bergerak ke sana kemari, melaksanakan tugas masing-masing. Dalam waktu
singkat bangunan candi sudah tersusun hampir mencapai seribu buah.
Sementara
itu, diam-diam Loro Jonggrang mengamati dari kejauhan. Ia cemas, mengetahui
Bondowoso dibantu oleh pasukan jin. "Wah, bagaimana ini?", ujar Loro
Jonggrang dalam hati. Ia mencari akal. Para dayang kerajaan disuruhnya
berkumpul dan ditugaskan mengumpulkan jerami. "Cepat bakar semua jerami
itu!" perintah Loro Jonggrang. Sebagian dayang lainnya disuruhnya menumbuk
lesung. Dung... dung...dung! Semburat warna merah memancar ke langit dengan diiringi
suara hiruk pikuk, sehingga mirip seperti fajar yang menyingsing.
Pasukan
jin mengira fajar sudah menyingsing. "Wah, matahari akan terbit!"
seru jin. "Kita harus segera pergi sebelum tubuh kita dihanguskan
matahari," sambung jin yang lain. Para jin tersebut berhamburan pergi
meninggalkan tempat itu. Bandung Bondowoso sempat heran melihat kepanikan
pasukan jin.
Paginya, Bandung Bondowoso mengajak Loro Jonggrang ke
tempat candi. "Candi yang kau minta sudah berdiri!". Loro Jonggrang
segera menghitung jumlah candi itu. Ternyata jumlahnya hanya 999 buah!.
"Jumlahnya kurang satu!" seru Loro Jonggrang. "Berarti tuan
telah gagal memenuhi syarat yang saya ajukan". Bandung Bondowoso terkejut
mengetahui kekurangan itu. Ia menjadi sangat murka. "Tidak mungkin...",
kata Bondowoso sambil menatap tajam pada Loro Jonggrang. "Kalau begitu kau
saja yang melengkapinya!" katanya sambil mengarahkan jarinya pada Loro
Jonggrang. Ajaib! Loro Jonggrang langsung berubah menjadi patung batu. Sampai
saat ini candi-candi tersebut masih ada dan terletak di wilayah Prambanan, Jawa
Tengah dan disebut Candi Loro Jonggrang.
LUTUNG KASARUNG
Prabu Tapa Agung menunjuk Purbasari, putri bungsunya sebagai pengganti. "Aku sudah terlalu tua, saatnya aku turun tahta," kata Prabu Tapa.
Purbasari
memiliki kakak yang bernama Purbararang. Ia tidak setuju adiknya diangkat
menggantikan Ayah mereka. "Aku putri Sulung, seharusnya ayahanda memilih
aku sebagai penggantinya," gerutu Purbararang pada tunangannya yang
bernama Indrajaya. Kegeramannya yang sudah memuncak membuatnya mempunyai niat
mencelakakan adiknya. Ia menemui seorang nenek sihir untuk memanterai
Purbasari. Nenek sihir itu memanterai Purbasari sehingga saat itu juga
tiba-tiba kulit Purbasari menjadi bertotol-totol hitam. Purbararang jadi punya
alasan untuk mengusir adiknya tersebut. "Orang yang dikutuk seperti dia
tidak pantas menjadi seorang Ratu !" ujar Purbararang.
Kemudian
ia menyuruh seorang Patih untuk mengasingkan Purbasari ke hutan. Sesampai di
hutan patih tersebut masih berbaik hati dengan membuatkan sebuah pondok untuk
Purbasari. Ia pun menasehati Purbasari, "Tabahlah Tuan Putri. Cobaan ini
pasti akan berakhir, Yang Maha Kuasa pasti akan selalu bersama Putri".
"Terima kasih paman", ujar Purbasari.
Selama
di hutan ia mempunyai banyak teman yaitu hewan-hewan yang selalu baik
kepadanya. Diantara hewan tersebut ada seekor kera berbulu hitam yang
misterius. Tetapi kera tersebut yang paling perhatian kepada Purbasari. Lutung
kasarung selalu menggembirakan Purbasari dengan mengambilkan bunga –bunga yang
indah serta buah-buahan bersama teman-temannya.
Pada
saat malam bulan purnama, Lutung Kasarung bersikap aneh. Ia berjalan ke tempat
yang sepi lalu bersemedi. Ia sedang memohon sesuatu kepada Dewata. Ini
membuktikan bahwa Lutung Kasarung bukan makhluk biasa. Tidak lama kemudian,
tanah di dekat Lutung merekah dan terciptalah sebuah telaga kecil, airnya
jernih sekali. Airnya mengandung obat yang sangat harum.
Keesokan
harinya Lutung Kasarung menemui Purbasari dan memintanya untuk mandi di telaga
tersebut. "Apa manfaatnya bagiku ?", pikir Purbasari. Tapi ia mau
menurutinya. Tak lama setelah ia menceburkan dirinya. Sesuatu terjadi pada
kulitnya. Kulitnya menjadi bersih seperti semula dan ia menjadi cantik kembali.
Purbasari sangat terkejut dan gembira ketika ia bercermin ditelaga tersebut.
Di
istana, Purbararang memutuskan untuk melihat adiknya di hutan. Ia pergi bersama
tunangannya dan para pengawal. Ketika sampai di hutan, ia akhirnya bertemu
dengan adiknya dan saling berpandangan. Purbararang tak percaya melihat adiknya
kembali seperti semula. Purbararang tidak mau kehilangan muka, ia mengajak
Purbasari adu panjang rambut. "Siapa yang paling panjang rambutnya dialah
yang menang !", kata Purbararang. Awalnya Purbasari tidak mau, tetapi karena
terus didesak ia meladeni kakaknya. Ternyata rambut Purbasari lebih panjang.
"Baiklah
aku kalah, tapi sekarang ayo kita adu tampan tunangan kita, Ini
tunanganku", kata Purbararang sambil mendekat kepada Indrajaya. Purbasari
mulai gelisah dan kebingungan. Akhirnya ia melirik serta menarik tangan Lutung
Kasarung. Lutung Kasarung melonjak-lonjak seakan-akan menenangkan Purbasari.
Purbararang tertawa terbahak-bahak, "Jadi monyet itu tunanganmu ?".
Pada
saat itu juga Lutung Kasarung segera bersemedi. Tiba-tiba terjadi suatu
keajaiban. Lutung Kasarung berubah menjadi seorang Pemuda gagah berwajah sangat
tampan, lebih dari Indrajaya. Semua terkejut melihat kejadian itu seraya
bersorak gembira. Purbararang akhirnya mengakui kekalahannya dan kesalahannya
selama ini. Ia memohon maaf kepada adiknya dan memohon untuk tidak dihukum.
Purbasari yang baik hati memaafkan mereka. Setelah kejadian itu akhirnya mereka
semua kembali ke Istana.
Purbasari menjadi seorang ratu, didampingi oleh
seorang pemuda idamannya. Pemuda yang ternyata selama ini selalu mendampinginya
dihutan dalam wujud seekor lutung.
MALIN KUNDANG
Pada suatu waktu, hiduplah sebuah keluarga nelayan di
pesisir pantai wilayah Sumatra. Keluarga tersebut terdiri dari ayah, ibu dan
seorang anak laki-laki yang diberi nama Malin Kundang. Karena kondisi keuangan
keluarga memprihatinkan, sang ayah memutuskan untuk mencari nafkah di negeri
seberang dengan mengarungi lautan yang luas.
Maka
tinggallah si Malin dan ibunya di gubug mereka. Seminggu, dua minggu, sebulan,
dua bulan bahkan sudah 1 tahun lebih lamanya, ayah Malin tidak juga kembali ke
kampung halamannya. Sehingga ibunya harus menggantikan posisi ayah Malin untuk
mencari nafkah. Malin termasuk anak yang cerdas tetapi sedikit nakal. Ia sering
mengejar ayam dan memukulnya dengan sapu. Suatu hari ketika Malin sedang
mengejar ayam, ia tersandung batu dan lengan kanannya luka terkena batu. Luka
tersebut menjadi berbekas dilengannya dan tidak bisa hilang.
Setelah
beranjak dewasa, Malin Kundang merasa kasihan dengan ibunya yang banting tulang
mencari nafkah untuk membesarkan dirinya. Ia berpikir untuk mencari nafkah di
negeri seberang dengan harapan nantinya ketika kembali ke kampung halaman, ia
sudah menjadi seorang yang kaya raya. Malin tertarik dengan ajakan seorang
nakhoda kapal dagang yang dulunya miskin sekarang sudah menjadi seorang yang
kaya raya.
Malin
kundang mengutarakan maksudnya kepada ibunya. Ibunya semula kurang setuju
dengan maksud Malin Kundang, tetapi karena Malin terus mendesak, Ibu Malin
Kundang akhirnya menyetujuinya walau dengan berat hati. Setelah mempersiapkan
bekal dan perlengkapan secukupnya, Malin segera menuju ke dermaga dengan
diantar oleh ibunya. "Anakku, jika engkau sudah berhasil dan menjadi orang
yang berkecukupan, jangan kau lupa dengan ibumu dan kampung halamannu ini,
nak", ujar Ibu Malin Kundang sambil berlinang air mata.
Kapal
yang dinaiki Malin semakin lama semakin jauh dengan diiringi lambaian tangan
Ibu Malin Kundang. Selama berada di kapal, Malin Kundang banyak belajar tentang
ilmu pelayaran pada anak buah kapal yang sudah berpengalaman. Di tengah
perjalanan, tiba-tiba kapal yang dinaiki Malin Kundang di serang oleh bajak
laut. Semua barang dagangan para pedagang yang berada di kapal dirampas oleh
bajak laut. Bahkan sebagian besar awak kapal dan orang yang berada di kapal
tersebut dibunuh oleh para bajak laut. Malin Kundang sangat beruntung dirinya
tidak dibunuh oleh para bajak laut, karena ketika peristiwa itu terjadi, Malin
segera bersembunyi di sebuah ruang kecil yang tertutup oleh kayu.
Malin
Kundang terkatung-katung ditengah laut, hingga akhirnya kapal yang ditumpanginya
terdampar di sebuah pantai. Dengan sisa tenaga yang ada, Malin Kundang berjalan
menuju ke desa yang terdekat dari pantai. Sesampainya di desa tersebut, Malin
Kundang ditolong oleh masyarakat di desa tersebut setelah sebelumnya
menceritakan kejadian yang menimpanya. Desa tempat Malin terdampar adalah desa
yang sangat subur. Dengan keuletan dan kegigihannya dalam bekerja, Malin lama
kelamaan berhasil menjadi seorang yang kaya raya. Ia memiliki banyak kapal
dagang dengan anak buah yang jumlahnya lebih dari 100 orang. Setelah menjadi
kaya raya, Malin Kundang mempersunting seorang gadis untuk menjadi istrinya.
Berita
Malin Kundang yang telah menjadi kaya raya dan telah menikah sampai juga kepada
ibu Malin Kundang. Ibu Malin Kundang merasa bersyukur dan sangat gembira
anaknya telah berhasil. Sejak saat itu, ibu Malin Kundang setiap hari pergi ke
dermaga, menantikan anaknya yang mungkin pulang ke kampung halamannya.
Setelah
beberapa lama menikah, Malin dan istrinya melakukan pelayaran dengan kapal yang
besar dan indah disertai anak buah kapal serta pengawalnya yang banyak. Ibu
Malin Kundang yang setiap hari menunggui anaknya, melihat kapal yang sangat
indah itu, masuk ke pelabuhan. Ia melihat ada dua orang yang sedang berdiri di
atas geladak kapal. Ia yakin kalau yang sedang berdiri itu adalah anaknya Malin
Kundang beserta istrinya.
Malin
Kundang pun turun dari kapal. Ia disambut oleh ibunya. Setelah cukup dekat,
ibunya melihat belas luka dilengan kanan orang tersebut, semakin yakinlah
ibunya bahwa yang ia dekati adalah Malin Kundang. "Malin Kundang, anakku,
mengapa kau pergi begitu lama tanpa mengirimkan kabar?", katanya sambil
memeluk Malin Kundang. Tapi apa yang terjadi kemudian? Malin Kundang segera
melepaskan pelukan ibunya dan mendorongnya hingga terjatuh. "Wanita tak
tahu diri, sembarangan saja mengaku sebagai ibuku", kata Malin Kundang
pada ibunya. Malin Kundang pura-pura tidak mengenali ibunya, karena malu dengan
ibunya yang sudah tua dan mengenakan baju compang-camping. "Wanita itu
ibumu?", Tanya istri Malin Kundang. "Tidak, ia hanya seorang pengemis
yang pura-pura mengaku sebagai ibuku agar mendapatkan harta ku", sahut
Malin kepada istrinya. Mendengar pernyataan dan diperlakukan semena-mena oleh
anaknya, ibu Malin Kundang sangat marah. Ia tidak menduga anaknya menjadi anak
durhaka. Karena kemarahannya yang memuncak, ibu Malin menengadahkan tangannya
sambil berkata "Oh Tuhan, kalau benar ia anakku, aku sumpahi dia menjadi
sebuah batu". Tidak berapa lama kemudian angin bergemuruh kencang dan badai
dahsyat datang menghancurkan kapal Malin Kundang. Setelah itu tubuh Malin
Kundang perlahan menjadi kaku dan lama-kelamaan akhirnya berbentuk menjadi
sebuah batu karang.
Pesan Moral : Sebagai seorang anak, jangan pernah
melupakan semua jasa orangtua terutama kepada seorang Ibu yang telah mengandung
dan membesarkan anaknya, apalagi jika sampai menjadi seorang anak yang durhaka.
Durhaka kepada orangtua merupakan satu dosa besar yang nantinya akan ditanggung
sendiri oleh anak.
MANIK
ANGKERAN
Pada
jaman dulu di kerajaan Daha hiduplah seorang Brahmana yang benama Sidi Mantra
yang sangat terkenal kesaktiannya. Sanghyang Widya atau Batara Guru
menghadiahinya harta benda dan seorang istri yang cantik. Sesudah
bertahun-tahun kawin, mereka mendapat seorang anak yang mereka namai Manik
Angkeran.
Meskipun Manik Angkeran seorang pemuda yang gagah dan
pandai namun dia mempunyai sifat yang kurang baik, yaitu suka berjudi. Dia
sering kalah sehingga dia terpaksa mempertaruhkan harta kekayaan orang tuanya,
malahan berhutang pada orang lain. Karena tidak dapat membayar hutang, Manik
Angkeran meminta bantuan ayahnya untuk berbuat sesuatu. Sidi Mantra berpuasa
dan berdoa untuk memohon pertolongan dewa-dewa. Tiba-tiba dia mendengar suara,
"Hai, Sidi Mantra, di kawah Gunung Agung ada harta karun yang dijaga
seekor naga yang bernarna Naga Besukih. Pergilah ke sana dan mintalah supaya
dia mau mernberi sedikit hartanya."
Sidi Mantra pergi ke Gunung Agung dengan mengatasi segala rintangan. Sesampainya di tepi kawah Gunung Agung, dia duduk bersila. Sambil membunyikan genta dia membaca mantra dan memanggil nama Naga Besukih. Tidak lama kernudian sang Naga keluar. Setelah mendengar maksud kedatangan Sidi Mantra, Naga Besukih menggeliat dan dari sisiknya keluar emas dan intan. Setelah mengucapkan terima kasih, Sidi Mantra mohon diri. Semua harta benda yang didapatnya diberikan kepada Manik Angkeran dengan harapan dia tidak akan berjudi lagi. Tentu saja tidak lama kemudian, harta itu habis untuk taruhan. Manik Angkeran sekali lagi minta bantuan ayahnya. Tentu saja Sidi Mantra menolak untuk membantu anakya.
Manik Angkeran mendengar dari temannya bahwa harta itu didapat dari Gunung Agung. Manik Angkeran tahu untuk sampai ke sana dia harus membaca mantra tetapi dia tidak pernah belajar mengenai doa dan mantra. Jadi, dia hanya membawa genta yang dicuri dari ayahnya waktu ayahnya tidur.
Setelah sampai di kawah Gunung Agung, Manik Angkeran membunyikan gentanya. Bukan main takutnya ia waktu ia melihat Naga Besukih. Setelah Naga mendengar maksud kedatangan Manik Angkeran, dia berkata, "Akan kuberikan harta yang kau minta, tetapi kamu harus berjanji untuk mengubah kelakuanmu. Jangan berjudi lagi. Ingatlah akan hukum karma."
Manik Angkeran terpesona melihat emas, intan, dan permata di hadapannya. Tiba-tiba ada niat jahat yang timbul dalam hatinya. Karena ingin mendapat harta lebih banyak, dengan secepat kilat dipotongnya ekor Naga Besukih ketika Naga beputar kembali ke sarangnya. Manik Angkeran segera melarikan diri dan tidak terkejar oleh Naga. Tetapi karena kesaktian Naga itu, Manik Angkeran terbakar menjadi abu sewaktu jejaknya dijilat sang Naga.
Mendengar kernatian anaknya, kesedihan hati Sidi Mantra tidak terkatakan. Segera dia mengunjungi Naga Besukih dan memohon supaya anaknya dihidupkan kembali. Naga menyanggupinya asal ekornya dapat kembali seperti sediakala. Dengan kesaktiannya, Sidi Mantra dapat memulihkan ekor Naga. Setelah Manik Angkeran dihidupkan, dia minta maaf dan berjanji akan menjadi orang baik. Sidi Mantra tahu bahwa anaknya sudah bertobat tetapi dia juga mengerti bahwa mereka tidak lagi dapat hidup bersama.
"Kamu harus mulai hidup baru tetapi tidak di sini," katanya. Dalam sekejap mata dia lenyap. Di tempat dia berdiri timbul sebuah sumber air yang makin lama makin besar sehingga menjadi laut. Dengan tongkatnya, Sidi Mantra membuat garis yang mernisahkan dia dengan anaknya. Sekarang tempat itu menjadi selat Bali yang memisahkan pulau Jawa dengan pulau Bali.
Sidi Mantra pergi ke Gunung Agung dengan mengatasi segala rintangan. Sesampainya di tepi kawah Gunung Agung, dia duduk bersila. Sambil membunyikan genta dia membaca mantra dan memanggil nama Naga Besukih. Tidak lama kernudian sang Naga keluar. Setelah mendengar maksud kedatangan Sidi Mantra, Naga Besukih menggeliat dan dari sisiknya keluar emas dan intan. Setelah mengucapkan terima kasih, Sidi Mantra mohon diri. Semua harta benda yang didapatnya diberikan kepada Manik Angkeran dengan harapan dia tidak akan berjudi lagi. Tentu saja tidak lama kemudian, harta itu habis untuk taruhan. Manik Angkeran sekali lagi minta bantuan ayahnya. Tentu saja Sidi Mantra menolak untuk membantu anakya.
Manik Angkeran mendengar dari temannya bahwa harta itu didapat dari Gunung Agung. Manik Angkeran tahu untuk sampai ke sana dia harus membaca mantra tetapi dia tidak pernah belajar mengenai doa dan mantra. Jadi, dia hanya membawa genta yang dicuri dari ayahnya waktu ayahnya tidur.
Setelah sampai di kawah Gunung Agung, Manik Angkeran membunyikan gentanya. Bukan main takutnya ia waktu ia melihat Naga Besukih. Setelah Naga mendengar maksud kedatangan Manik Angkeran, dia berkata, "Akan kuberikan harta yang kau minta, tetapi kamu harus berjanji untuk mengubah kelakuanmu. Jangan berjudi lagi. Ingatlah akan hukum karma."
Manik Angkeran terpesona melihat emas, intan, dan permata di hadapannya. Tiba-tiba ada niat jahat yang timbul dalam hatinya. Karena ingin mendapat harta lebih banyak, dengan secepat kilat dipotongnya ekor Naga Besukih ketika Naga beputar kembali ke sarangnya. Manik Angkeran segera melarikan diri dan tidak terkejar oleh Naga. Tetapi karena kesaktian Naga itu, Manik Angkeran terbakar menjadi abu sewaktu jejaknya dijilat sang Naga.
Mendengar kernatian anaknya, kesedihan hati Sidi Mantra tidak terkatakan. Segera dia mengunjungi Naga Besukih dan memohon supaya anaknya dihidupkan kembali. Naga menyanggupinya asal ekornya dapat kembali seperti sediakala. Dengan kesaktiannya, Sidi Mantra dapat memulihkan ekor Naga. Setelah Manik Angkeran dihidupkan, dia minta maaf dan berjanji akan menjadi orang baik. Sidi Mantra tahu bahwa anaknya sudah bertobat tetapi dia juga mengerti bahwa mereka tidak lagi dapat hidup bersama.
"Kamu harus mulai hidup baru tetapi tidak di sini," katanya. Dalam sekejap mata dia lenyap. Di tempat dia berdiri timbul sebuah sumber air yang makin lama makin besar sehingga menjadi laut. Dengan tongkatnya, Sidi Mantra membuat garis yang mernisahkan dia dengan anaknya. Sekarang tempat itu menjadi selat Bali yang memisahkan pulau Jawa dengan pulau Bali.
ASAL MUASAL BUNGA KEMUNING
Dahulu
kala, ada seorang raja yang memiliki sepuluh orang puteri yang cantik-cantik.
Sang raja dikenal sebagai raja yang bijaksana. Tetapi ia terlalu sibuk dengan
kepemimpinannya, karena itu ia tidak mampu untuk mendidik anak-anaknya. Istri
sang raja sudah meninggal dunia ketika melahirkan anaknya yang bungsu, sehingga
anak sang raja diasuh oleh inang pengasuh. Puteri-puteri Raja menjadi manja dan
nakal. Mereka hanya suka bermain di danau. Mereka tak mau belajar dan juga tak
mau membantu ayah mereka. Pertengkaran sering terjadi diantara mereka.
Kesepuluh puteri itu dinamai dengan nama-nama
warna. Puteri Sulung bernama Puteri Jambon. Adik-adiknya dinamai Puteri Jingga,
Puteri Nila, Puteri Hijau, Puteri Kelabu, Puteri Oranye, Puteri Merah Merona
dan Puteri Kuning, Baju yang mereka pun berwarna sama dengan nama mereka.
Dengan begitu, sang raja yang sudah tua dapat mengenali mereka dari jauh.
Meskipun kecantikan mereka hampir sama, si bungsu Puteri Kuning sedikit
berbeda, Ia tak terlihat manja dan nakal. Sebaliknya ia selalu riang dan dan
tersenyum ramah kepada siapapun. Ia lebih suka bebergian dengan inang pengasuh
daripada dengan kakak-kakaknya.
Pada suatu hari, raja hendak pergi jauh. Ia
mengumpulkan semua puteri-puterinya. “Aku hendak pergi jauh dan lama. Oleh-oleh
apakah yang kalian inginkan?” tanya raja. “Aku ingin perhiasan yang mahal,”
kata Puteri Jambon. “Aku mau kain sutra yang berkilau-kilau,” kata Puteri
Jingga. 9 anak raja meminta hadiah yang mahal-mahal pada ayahanda mereka.
Tetapi lain halnya dengan Puteri Kuning. Ia berpikir sejenak, lalu memegang
lengan ayahnya. “Ayah, aku hanya ingin ayah kembali dengan selamat,” katanya.
Kakak-kakaknya tertawa dan mencemoohkannya. “Anakku, sungguh baik perkataanmu.
Tentu saja aku akan kembali dengan selamat dan kubawakan hadiah indah buatmu,”
kata sang raja. Tak lama kemudian, raja pun pergi.
Selama sang raja pergi, para puteri semakin
nakal dan malas. Mereka sering membentak inang pengasuh dan menyuruh pelayan
agar menuruti mereka. Karena sibuk menuruti permintaan para puteri yang rewel
itu, pelayan tak sempat membersihkan taman istana. Puteri Kuning sangat sedih
melihatnya karena taman adalah tempat kesayangan ayahnya. Tanpa ragu, Puteri
Kuning mengambil sapu dan mulai membersihkan taman itu. Daun-daun kering dirontokkannya,
rumput liar dicabutnya, dan dahan-dahan pohon dipangkasnya hingga rapi. Semula
inang pengasuh melarangnya, namun Puteri Kuning tetap berkeras mengerjakannya.
Kakak-kakak Puteri Kuning yang melihat adiknya
menyapu, tertawa keras-keras. “Lihat tampaknya kita punya pelayan baru,”kata
seorang diantaranya. “Hai pelayan! Masih ada kotoran nih!” ujar seorang yang
lain sambil melemparkan sampah. Taman istana yang sudah rapi, kembali
acak-acakan. Puteri Kuning diam saja dan menyapu sampah-sampah itu. Kejadian
tersebut terjadi berulang-ulang sampai Puteri Kuning kelelahan. Dalam hati ia
bisa merasakan penderitaan para pelayan yang dipaksa mematuhi berbagai perintah
kakak-kakaknya.
“Kalian ini sungguh keterlaluan. Mestinya ayah
tak perlu membawakan apa-apa untuk kalian. Bisanya hanya mengganggu saja!” Kata
Puteri Kuning dengan marah. “Sudah ah, aku bosan. Kita mandi di danau saja!”
ajak Puteri Nila. Mereka meninggalkan Puteri Kuning seorang diri. Begitulah
yang terjadi setiap hari, sampai ayah mereka pulang. Ketika sang raja tiba di
istana, kesembilan puteri nya masih bermain di danau, sementara Puteri Kuning
sedang merangkai bunga di teras istana. Mengetahui hal itu, raja menjadi sangat
sedih. “Anakku yang rajin dan baik budi! Ayahmu tak mampu memberi apa-apa
selain kalung batu hijau ini, bukannya warna kuning kesayanganmu!” kata sang
raja.
Raja memang sudah mencari-cari kalung batu kuning di berbagai
negeri, namun benda itu tak pernah ditemukannya. “Sudahlah Ayah, tak mengapa.
Batu hijau pun cantik! Lihat, serasi benar dengan bajuku yang berwarna kuning,”
kata Puteri Kuning dengan lemah lembut. “Yang penting, ayah sudah kembali. Akan
kubuatkan teh hangat untuk ayah,” ucapnya lagi. Ketika Puteri Kuning sedang
membuat the, kakak-kakaknya berdatangan. Mereka ribut mencari hadiah dan saling
memamerkannya. Tak ada yang ingat pada Puteri Kuning, apalagi menanyakan
hadiahnya. Keesokan hari, Puteri Hijau melihat Puteri Kuning memakai kalung
barunya. “Wahai adikku, bagus benar kalungmu! Seharusnya kalung itu menjadi
milikku, karena aku adalah Puteri Hijau!” katanya dengan perasaan iri.
Ayah memberikannya padaku, bukan kepadamu,”
sahut Puteri Kuning. Mendengarnya, Puteri Hijau menjadi marah. Ia segera
mencari saudara-saudaranya dan menghasut mereka. “Kalung itu milikku, namun ia
mengambilnya dari saku ayah. Kita harus mengajarnya berbuat baik!” kata Puteri
Hijau. Mereka lalu sepakat untuk merampas kalung itu. Tak lama kemudian, Puteri
Kuning muncul. Kakak-kakaknya menangkapnya dan memukul kepalanya. Tak disangka,
pukulan tersebut menyebabkan Puteri Kuning meninggal. “Astaga! Kita harus
menguburnya!” seru Puteri Jingga. Mereka beramai-ramai mengusung Puteri Kuning,
lalu menguburnya di taman istana. Puteri Hijau ikut mengubur kalung batu hijau,
karena ia tak menginginkannya lagi.
Sewaktu raja mencari Puteri Kuning, tak ada
yang tahu kemana puteri itu pergi. Kakak-kakaknya pun diam seribu bahasa. Raja
sangat marah. “Hai para pengawal! Cari dan temukanlah Puteri Kuning!”
teriaknya. Tentu saja tak ada yang bisa menemukannya. Berhari-hari,
berminggu-minggu, berbulan-bulan, tak ada yang berhasil mencarinya. Raja sangat
sedih. “Aku ini ayah yang buruk,” katanya.” Biarlah anak-anakku kukirim ke
tempat jauh untuk belajar dan mengasah budi pekerti!” Maka ia pun mengirimkan
puteri-puterinya untuk bersekolah di negeri yang jauh. Raja sendiri sering
termenung-menung di taman istana, sedih memikirkan Puteri Kuning yang hilang
tak berbekas.
Suatu hari, tumbuhlah sebuah tanaman di atas kubur Puteri Kuning. Sang raja heran melihatnya. “Tanaman apakah ini? Batangnya bagaikan jubah puteri, daunnya bulat berkilau bagai kalung batu hijau, bunganya putih kekuningan dan sangat wangi! Tanaman ini mengingatkanku pada Puteri Kuning. Baiklah, kuberi nama ia Kemuning.!” kata raja dengan senang. Sejak itulah bunga kemuning mendapatkan namanya. Bahkan, bunga-bunga kemuning bisa digunakan untuk mengharumkan rambut. Batangnya dipakai untuk membuat kotak-kotak yang indah, sedangkan kulit kayunya dibuat orang menjadi bedak. Setelah mati pun, Puteri Kuning masih memberikan kebaikan.
Moral : Kebaikan akan membuahkan hal-hal
yang baik, walaupun kejahatan sering kali menghalanginya.
No comments:
Post a Comment